tag:blogger.com,1999:blog-84427903785535802024-03-13T15:13:59.211-07:00ARTIKEL ISLAMI"SESUNGGUHNYA SHOLATKU,IBADAHKU,HIDUP DAN MATIKU HANYA UNTUK ALLAH SWT"Hadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.comBlogger23125tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-515910966481124372011-03-09T17:29:00.000-08:002011-03-09T17:30:18.065-08:00IMAN YANG BENAR?Iman yang Haq<br />Kita sebagai orang yang memeluk agama Islam tidak boleh berpuas diri dengan predikat seorang Muslim. Karena keislaman seseorang tidak cukup untuk dapat menurunkan pertolongan Allah dalam kehidupan kita di dunia. Keislaman juga belum tentu bisa menyelamatkan kita dari siksa api neraka. Hanya orang-orang yang beriman sejati yang mendapatkan semua janji2Nya yaitu kebahagian dunia dan akhirat.<br />Bagaimanakah kriteria atau ciri-ciri orang-orang beriman yang sering dipanggil Allah dengan mesra “…yaa ayyuhal ladzina aamanu…..” ? Allah yang Maha Pengasih telah menyebutkan di dalam Al Quran surat Al Anfal :2-4<br />Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.<br />Dalam firman Allah SWT tersebut jelas sekali menyebutkan bahwa seorang mukmin yang Haq, yang benar-benar tulen, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut><br />1. Hatinya yang gemetar hatinya bila disebutkan Asma Allah<br />Gemetarnya bisa disebabkan karena banyak hal, karena kagum dan takluk pada Kebesaran Allah. Kebesaran dan Kemuliaan Dzat , Sifat maupun PerbuatanNya. Bisa juga karena takut terhadap siksa api neraka yang sangat pedih dan terbayangkan dosa dan kebodohan yang telah dilakukan. Bisa juga gemetar karena berharap karunia surga – dunia maupun akhirat-. Terkadang gemetar haru mengingat sifat Kasih Sayang dan PengampunNya ataupun gemetar hati karena melihat Kebesaran ciptaanNya.<br />Asma Allah yang disebutkan dalam Al Quran dan hadits biasa disebut dengan 99 Asmaul Husna (bahkan lebih dari itu) menunjukkan Sifat-Sifat Allah yang Agung yang wajib kita ketahui, fahami dan hayati maknanya. Pemahaman atas makna dan tafakkur pada ciptaan2Nya dan Kebesaran Asma-asma Allah itulah yang dapat menghantarkan seseorang pada “wajilat quluubukum”<br />2. Keimanannya bertambah bila dibacakan ayat-ayat Tuhan<br />Ayat dalam bahasa Arab artinya bukti. Orang-orang yang imannya tulen bila dihadapannnya dibacakan ayat Al Quran (dalil naqli) ataupun bukti aqli yang berupa demonstrasi Kebesaran Allah dalam penciptaan makhluk-makhlukNya maka bibirnyapun berucap “ Subhanallah…”. Bila membaca Al Quran yang menyebutkan tentang janji-janji Allah keimanannya bertambah, semangat hidupnya makin membara dan semakin giat beramal shalih.<br />Dan bila dia melihat Kebesaran Allah dalam penciptaan langit , buni dan jagad raya alam semesta maka diapun makin tunduk dan kagum pada Kuasa Allah. Bahkan ketika melihat betapa sempurna dan hebatnya pasukan-pasukan Allah yang berupa misalnya lebah lebah dan madu yang dihasilkan, maka diapun makin yakin dan kagum pada Allah.<br />Hari-hari orang beriman tidak pernah ada yang menjemukan. Setiap detik yang dilalui dipakai untuk “melihat” demonstrasi Kekuasaan Allah, bertafakkur dan kemudian bertasbih kepada Allah. Dan itu semua makin meningkatkan imannya.<br />3. Bertawakkal hanya kepada Allah<br />Bagi orang yang imannya Haq, tidak pernah ada rasa takut dan gentar menghadapi pernak-pernik dan badai di dalam kehidupan dunia. Ketergantungannya kepada Allah dan keyakinan bahwa Allah selalu menuntun dan melindunginya menjadikan langkahnya pasti menapaki roda kehidupan.<br />…. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.<br />Putus asa tidak ada dalam kamus hidupnya. Hidup dijalani dengan lapang dan mudah karena jalan keluar dalam tiap masalah, insya Allah ada. Dan rezeki juga sudah ditanggung oleh Allah Azza wa Jalla.<br />4. Mendirikan Shalat<br />Mereka ini adalah orang-orang yang gandrung shalat. Shalat menjadi obat segala masalah kehidupan. Persis seperti yang disabdakan junjungan kita Rasulullah SAW :<br />Apabila engkau mempunyai masalah maka shalat (sunnah) lah 2 rakaat” (HR Bukhari)<br />Mereka ini bukan sekedar melakukan shalat tapi mendirikannya. Menjaga rukun-rukunnya, waktunya, sunnah-sunnahnya dan juga kekhusyuannya. Shalat merupakan saat-saat yang indah bermunajat kepada Allah, mengadukan beban hidup, memohonkan kemudahan hidup di dunia dan juga kemuliaan hidup di akhirat. Shalat tidaklah menjadi beban bagi mereka bahkan shalat merupakan saat beristirahat dari keruwetan hidup. Dan tepatlah sabda Rasulullah saat menyuruh Bilal adzan dengan berkata : “Wahai Bilal, berilah istirahat kepada kita semua!”<br />Dan bukti mereka mendirikan shalat adalah akhlaknya di luar shalat. Mengapa ? Karena shalat itulah yang menghalangi mereka berbuat maksiat dan mungkar. Semakin baik mutu shalat maka semakin tinggilah akhlak seseorang<br />5. Menafkahkan rezeki yang dipunyai<br />Ciri terakhir seorang mukmin yang tulen adalah mudahnya dia bersedekah. Baginya harta karunia Allah yang didalamnya ada hak fakir miskin. Sedekah adalah tanda syukur kepada Allah kerena diberi kelapangan dalam harta. Tapi dia juga bersedekah dalam keadaan sempit karena jalan kemudahan akan datang dengan derasnya sedekah. Hati orang yang mukmin tidak terikat oleh harta yang dimiliki. Harta diletakkannya di tangan bukan di hati<br />Demikianlah ciri-ciri seorang mukmin yang Haq, yang tulen. Dan mukmin sejati inilah yang mendapatkan janji Allah yaitu kemuliaan derajat, pengampunan dosa-dosa dan rezeki yang halal dan berkah.<br />Semoga bahasan ini bisa menjadi jalan intropeksi bagi diri kita masing-masing. Apakah kita sudah mempunyai 5 ciri-ciri di atas ? Bila sudah, kita harus mensyukuri dan meminta Allah mengekalkan sifat-sifat mulia ini dalam diri kita. Bila kita belum memiliki 5 ciri ini maka kita perlu berusaha semaksimal mungkin agar kita bisa menjadi seorang mukmin sejati, yang dicintai Allahu Rabbi.Hadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-14283517072314202362011-03-09T17:20:00.000-08:002011-03-09T17:22:14.364-08:00TIGA NASIHAT RASULTiga Nasehat<br /><br />Rasulullah SAW pernah memberikan tiga buah nasehat kepada kedua sehabatnya Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman bin Jabal:<br /><br /><br />“Bertakwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada, dan ikutilah kesalahanmu dengan kebaikan niscaya ia dapat menghapuskannya. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak terpuji.” HR. Tirmidzi<br /><br />Tiga pesan Rasulullah SAW tersebut layak untuk kita perhatikan karena sangat berkaitan erat dengan kehidupan kita sehari-hari.<br /><br />1- BERTAQWA DIMANA SAJA<br /><br />Definisi dari kata taqwa dapat dilihat dari percakapan antara sahabat Umar dan Ubay bin Ka’ab ra. Suatu ketika sahabat Umar ra bertanya kepada Ubay bin Ka’ab apakah taqwa itu? Dia menjawab; “Pernahkah kamu melalui jalan berduri?” Umar menjawab; “Pernah!” Ubay menyambung, “Lalu apa yang kamu lakukan?” Umar menjawab; “Aku berhati-hati, waspada dan penuh keseriusan.” Maka Ubay berkata; “Maka demikian pulalah taqwa!”<br /><br />Sedang menurut Sayyid Qutub dalam tafsirnya—Fi Zhilal al-Qur`an—taqwa adalah kepekaan hati, kehalusan perasaan, rasa khawatir yang terus menerus dan hati-hati terhadap semua duri atau halangan dalam kehidupan.<br /><br />Kalau ada suatu iklan minuman ringan: “Dimana saja dan kapan saja …”, maka nasehat Nabi SAW ini menunjukkan bahwa kita harus bertaqwa dimana saja. Sedang perintah taqwa kapan saja terdapat dalam surat Ali Imron 102:<br /><br />“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”<br /><br />Jadi dimanapun dan kapanpun kita harus menjaga ketaqwaan kita. Taqwa dimana saja memang sulit untuk dilakukan dan harus usaha yang dilakukan harus ekstra keras. Akan sangat mudah ketaqwaan itu diraih ketika kita bersama orang lain, tetapi bila tidak ada orang lain maka maksiyat dapat dilaksanakan. Sebagai contoh, ketika kita berkumpul di dalam suatu majelis zikir, pikiran dan pandangan kita akan terjaga dengan baik. Tetapi ketika kita berjalan sendirian di suatu tempat perbelanjaan, maka pikiran dan pandangan kita bisa tidak terjaga. Untuk menjaga ketaqwaan kita dimanapun saja, maka perlunya kita menyadari akan pengawasan Allah SWT baik secara langsung maupun melalui malaikat-Nya.<br /><br />2 KEBAIKAN YANG MENGHAPUSKAN KESALAHAN<br /><br />Setiap orang selalu melakukan kesalahan. Hari ini mungkin kita sudah melakukan kesalahan baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari. Oleh sebab itu, segera setelah kita melaksanakan kesalahan, lakukan kebaikan. Kebaikan tersebut dapat menghapuskan kesalahan yang telah dilakukan.<br /><br />Untuk dosa yang merugikan diri sendiri, maka salah satu cara untuk menghapusnya adalah dengan bersedekah. Rasulullah SAW bersabda “sedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api”. Maka ada orang yang ketika dia sakit maka dia akan memberikan sedekah agar penyakitnya segera sembuh. Hal ini dikarenakan segala penyakit yang kita miliki itu adalah karena kesalahan yang kita pernah lakukan.<br /><br />Sedang dosa yang dilakukan terhadap orang lain maka yang perlu dilakukan adalah memohon maaf yang bagi beberapa orang sangat sulit untuk dilakukan. Padahal Rasulullah SAW selalu minta maaf ketika bersalah bahkan terhadap Ibnu Ummi Maktum beliau memeluknya dengan hangat seraya berkata “Inilah orangnya, yang membuat aku ditegur oleh Allah… (QS. Abasa)”. Setelah minta maaf kemudian bawalah sesuatu hadiah atau makanan kepada orang tersebut, maka kesalahan tersebut insya Allah akan dihapuskan.<br /><br />3- AKHLAQ YANG TERPUJI<br /><br />Akhlaq terpuji adalah keharusan dari setiap muslim. Tidak memiliki akhlaq tersebut akan dapat mendekatkan seseorang dalam siksaan api neraka. Dari beberapa jenis akhlaq kita terhadap orang lain, yang perlu diperhatikan adalah akhlaq terhadap tetangga.<br /><br />“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan menyakiti tetangganya.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah)<br /><br />Dari Abu Syuraih ra, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: “Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman.” Ada yang bertanya: “Siapa itu Ya Rasulullah?” Jawab Nabi: “Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (HR. Bukhari)<br /><br />Dari hadits tersebut, peringatan Allah sangat keras sampai diulangi tiga kali yaitu tidak termasuk golongan orang beriman bagi tetangganya yang tidak aman dari gangguannya. Maka terkadang kita perlu instropeksi dengan menanyakan kepada tetangga apakah kita mengganggu mereka.<br /><br />Wallahua’lam bish showab.Hadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-26914724376918585372010-08-03T11:59:00.000-07:002010-08-03T12:00:07.405-07:00NAIK HAJI JARAK DEKATNAIK HAJI JARAK DEKAT <br /><br />Raudhah adalah sebuah tempat yang terletak di dalam masjid Nabawi Madinah, antara mimbar dan maqam Nabi SAW. Tempat ini selalu menjadi rebutan bagi para calon/jamaah haji. Masjid Nabawi ditutup jam 23:00 dan dibuka kembali pk 03:00 untuk perawatan (kondisi sebelum tahun 2008). Menjelang pintu masjid dibuka, ribuan jamaah sudah berkerumun di depan pintu. Mereka berlari cepat saat pintu masjid dibuka, berlomba-lomba untuk dapat menempati Raudhah. Wus, wus, wus! Subhanallah...<br /><br />Mengapa sampai sedemikian hebatnya mereka berlomba untuk menempati Raudhah? Ada apa di balik tempat tersebut? Ternyata jawabnya adalah karena Raudhah adalah maqam mustajabah (tempat yang mustajab untuk berdoa). Pantaslah, kalau menjadi rebutan. <br /><br />Maqam mustajabah juga banyak terdapat di masjid Haram, Mekah. Berbahagialah bagi yang diberi kesempatan untuk menunaikan ibadah haji, karena mereka dapat meraup keuntungan menempati maqam mustajabah, tempat yang doanya mustajab. <br /><br />Ketahuilah....., atas berkat rahmat Allah: Sesungguhnya [tidak usah jauh-jauh] di kampung kita masing-masing juga ada maqam mustajabah, seperti Raudhah di Madinah atau tempat-tempat tertentu di Mekah, yaitu di masjid kita sendiri pada saat antara adzan dan iqamat. Sebagaimana sabda nabi: “Doa yang dipanjatkan oleh seseorang di antara waktu adzan dan iqamat, tidak akan ditolak” (HR Abu Daud & Tirmidzi). <br /><br />Karena itu, ayo shalat berjamaah di masjid… gunakan kesempatan emas ini untuk berdoa kepada Allah. Jadi, anda bisa seperti naik haji jarak dekat bukan? <br /><br />Wassalam,Hadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-38064335961359461812010-08-03T11:57:00.000-07:002010-08-03T11:58:18.022-07:00HIKMAH MENUNTUT ILMU (AGAMA)Beberapa hikmah menuntut ilmu (agama) lainnya adalah: <br /><br />1. Berada di jalan Allah<br />“Barang siapa yang keluar rumah untuk menuntut ilmu, berarti dia berada di jalan Allah hingga pulang” (HR Turmudzi)<br /><br />2. Mendapatkan pahala yang mengalir terus menerus<br />“Jika anak adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecualai 3 hal, yaitu shadaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak shaleh yang selalu mendoakan orang tuanya.”(HR Muslim) <br /><br />3. Agar tidak terlaknat<br />“Dunia dan seisinya terlaknat, kecuali yang memanfaatkannya demi kepentingan dzikrullah dan yang serupa dengan itu, para ulama dan orang-orang yang menuntut ilmu” (HR Turmudzi)<br /><br />4. Ditinggikan derajatnya<br />“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.<br /><br />5. Dimudahkan jalan menuju surga<br />“Barang siapa menempuh jalan untuk menentut ilmu agama, pasti Allah membuat mudah baginya jalan menuju surga” (HR Muslim) <br /><br />Karena itu, dengan menuntut ilmu semoga kita menjadi orang baik, tetap berada di jalan Allah, memiliki pahala yang terus mengalir meskipun sepeninggal kita, tidak terlaknat, ditinggikan derajatnya dan dimudahkan Allah menuju surga. AminHadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-51710437150479608722010-07-29T13:18:00.000-07:002010-07-29T13:19:34.730-07:00NASIHAT SESAMA MUSLIMNASIHAT UNTUK SESAMA KAUM MUSLIM<br /><br /><br />Nasehat merupakan pilar ajaran Islam. Di antara bentuk nasehat yang wajib dilakukan oleh setiap muslim adalah memberikan nasehat kepada saudaranya sesama muslim. Namun, nasehat ini tidak sempit sebagaimana yang diduga oleh sebagian orang. Karena hakekat dari nasehat adalah menghendaki kebaikan bagi saudaranya. Lawan dari nasehat adalah melakukan penipuan. Sementara menipu merupakan dosa besar yang merusak keimanan seorang hamba. Maka sudah semestinya setiap muslim bersemangat untuk menunaikan nasehat kepada sesama saudaranya demi terjaganya iman di dalam dirinya dan demi kebaikan saudaranya.<br />عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ بَايَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى إِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ <br />Dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu’anhu, dia berkata: “Aku berbai’at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk senantiasa mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan nasehat (menghendaki kebaikan) bagi setiap muslim.” (HR. Bukhari dan Muslim)<br />عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ<br />Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kewajiban seorang muslim atas muslim yang lain ada enam.” Lalu ada yang bertanya, “Apa itu ya Rasulullah.” Maka beliau menjawab, “Apabila kamu bertemu dengannya maka ucapkanlah salam kepadanya, apabila dia mengundangmu maka penuhilah undangannya, apabila dia meminta nasehat kepadamu maka berilah nasehat kepadanya, apabila dia bersin lalu memuji Allah maka doakanlah dia -dengan bacaan yarhamukallah-, apabila dia sakit maka jenguklah dia, dan apabila dia meninggal maka iringilah jenazahnya.” (HR. Muslim)<br />an-Nawawi rahimahullah berkata:<br />فَمَعْنَاهُ طَلَبَ مِنْك النَّصِيحَة ، فَعَلَيْك أَنْ تَنْصَحهُ ، وَلَا تُدَاهِنهُ ، وَلَا تَغُشّهُ ، وَلَا تُمْسِك عَنْ بَيَان النَّصِيحَة<br />“Maknanya: -apabila- dia meminta nasehat darimu, maka wajib bagimu untuk menasehatinya, jangan hanya mencari muka di hadapannya, jangan pula menipunya, dan janganlah kamu menahan diri untuk menerangkan nasehat –kepadanya-.” (Syarh Muslim [7/295] asy-Syamilah)<br />عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْمُؤْمِنِ عَلَى الْمُؤْمِنِ سِتُّ خِصَالٍ يَعُودُهُ إِذَا مَرِضَ وَيَشْهَدُهُ إِذَا مَاتَ وَيُجِيبُهُ إِذَا دَعَاهُ وَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ إِذَا لَقِيَهُ وَيُشَمِّتُهُ إِذَا عَطَسَ وَيَنْصَحُ لَهُ إِذَا غَابَ أَوْ شَهِدَ <br />Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada enam kewajiban seorang muslim kepada mukmin yang lain. Apabila saudaranya sakit hendaknya dia jenguk. Apabila dia akan meninggal hendaknya dia ikut menyaksikannya. Apabila bertemu maka hendaknya dia ucapkan salam kepadanya. Apabila dia bersin hendaknya mendoakannya. Dan apabila dia pergi/tidak ada atau sedang hadir -ada di hadapannya- maka hendaknya dia bersikap nasehat kepadanya.” (HR. Tirmidzi, beliau berkata hadits hasan sahih)<br />al-Mubarakfuri rahimahullah berkata:<br />وَحَاصِلُهُ أَنَّهُ يُرِيدُ خَيْرَهُ فِي حُضُورِهِ وَغَيْبَتِهِ ، فَلَا يَتَمَلَّقُ فِي حُضُورِهِ وَيَغْتَابُ فِي غَيْبَتِهِ فَإِنَّ هَذَا صِفَةُ الْمُنَافِقِينَ<br />“Kesimpulannya adalah hendaknya seorang muslim senantiasa menginginkan kebaikan bagi saudaranya, baik ketika dia ada ataupun tidak ada, dan janganlah dia hanya senang mencari muka ketika berada di hadapannya dan menggunjingnya apabila saudaranya itu tidak ada di hadapannya, karena sesungguhnyahal ini termasuk ciri orang-orang munafik.” (Tuhfat al-Ahwadzi [7/44] asy-Syamilah) <br />عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلًا فَقَالَ مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَفَلَا جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي<br />Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu ketika melalui setumpuk makanan -yang dijual- kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalamnya lalu jari beliau menemukan basah-basah di dalamnya. Maka beliau berkata, “Wahai pemilik/penjual makanan, kenapa ini?”. Dia menjawab, “Terkena air hujan ya Rasulullah.” Maka Nabi berkata, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di atas tumpukan makanan itu supaya orang-orang bisa melihatnya. Barangsiapa yang menipu maka dia bukan termasuk golongan kami.” (HR. Muslim)<br />ash-Shan’ani rahimahullah berkata:<br />وَالْحَدِيثُ دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِ الْغِشِّ وَهُوَ مُجْمَعٌ عَلَى تَحْرِيمِهِ شَرْعًا مَذْمُومٌ فَاعِلُهُ عَقْلًا<br />“Hadits ini merupakan dalil yang menunjukkan diharamkannya penipuan, dan hal itu adalah perkara yang telah disepakati keharamannya berdasarkan syari’at dan dicela pelakunya menurut logika.” (as-Subul as-Salam [4/134] asy-Syamilah)<br />Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:<br />ومن حقوق المسلم على المسلم أن تنصحه إذا استنصحك ، فتشير عليه بما تحبه لنفسك ، فإن من غش فليس منا ، فإذا شاورك في معاملة شخص أو في تزويجه أو غيره ، فإن كنت تعلم منه خيرا فأرشده إليه ، وإن كنت تعلم منه شرا ، فحذره ، وإن كنت لا تدري عنه ، فقل له : لا أدري عنه ، وإن طلب أن تبين له شيئا من الأمور التي تقتضي البعد عنه ، فبينه له<br />“Di antara kewajiban seorang muslim atas muslim yang lain adalah kamu harus menasehatinya jika dia meminta nasehat kepadamu, sehingga kamu akan menunjukkan kepadanya apa yang kamu senangi untuk dirimu sendiri, karena orang yang menipu bukan termasuk golongan kita. Apabila dia bermusyawarah kepadamu -meminta saran- ketika berhubungan dengan seseorang atau dalam urusan pernikahannya atau urusan yang lain, maka apabila kamu mengetahui kebaikan darinya maka arahkanlah ia kepadanya. Apabila kamu mengetahui keburukan darinya maka peringatkanlah dia darinya. Apabila kamu tidak mengetahui tentangnya maka katakanlah kepadanya; aku tidak tahu tentangnya. Apabila dia meminta kamu untuk menerangkan sesuatu perkara yang semestinya dia menjauh darinya maka terangkanlah hal itu kepadanya.” (adh-Dhiya’ al-Lami’ min al-Khuthab al-Jawami’ [1/233] asy-Syamilah)<br />Syaikh Abdullah bin Jarullah berkata:<br />وإذا استنصحك فانصح له أي إذا استشارك في عمل من الأعمال هل يعمله أم لا ؟ فانصح له بما تحب لنفسك فإن كان العمل نافعا من كل وجه فحثه على فعله وإن كان مضرا فحذره منه وإن احتوى على نفع وضر فاشرح له ذلك ووازن بين المنافع والمضار والمصالح والمفاسد وكذلك إذا شاورك في معاملة أحد من الناس أو التزوج منه أو تزويجه فأظهر له محض نصحك واعمل له من الرأي ما تعمله لنفسك وإياك أن تغشه في شيء من ذلك فمن غش المسلمين فليس منهم وقد ترك واجب النصيحة ، وهذه النصيحة واجبة على كل حال ولكنها تتأكد إذا استنصحك وطلب منك الرأي النافع<br />“Apabila dia meminta nasehat kepadamu maka berilah nasehat kepadanya, artinya apabila dia meminta masukan kepadamu mengenai suatu pekerjaan apakah dia sebaiknya melakukannya atau tidak? Maka nasehatilah dia dengan sesuatu yang kamu sukai bagi dirimu. Apabila pekerjaan itu bermanfaat dari berbagai sisi maka doronglah dia untuk melakukannya. Apabila hal itu berbahaya maka peringatkanlah dia darinya. Apabila hal itu mengandung manfaat dan madharat maka jelaskanlah kepadanya hal itu, dan bandingkanlah untuknya antara manfaat dan madharat, atau maslahat dan mafsadat yang ada. Demikian juga apabila dia meminta saran kepadamu dalam urusan muamalah dengan seseorang atau hendak menikah dengannya maka tunjukkanlah kepadanya sikap tulusmu dalam memberikan nasehat. Gunakanlah pendapat dalam menasehatinya dengan pendapat yang kamu sukai bagi dirimu. Janganlah kamu menipunya dalam perkara itu. Karena barangsiapa yang menipu kaum muslimin maka dia bukan termasuk golongan mereka dan dia telah meninggalkan kewajiban nasehat. Nasehat ini hukumnya wajib -secara mutlak- dalam kondisi apapun, akan tetapi kewajiban ini semakin ditekankan tatkala dia meminta nasehat kepadamu dan meminta saran yang bermanfaat kepadamu.” (Kamal ad-Din al-Islami wa Haqiqatuhu wa Mazayahu, hal 77. lihat juga Bahjat al-Qulub al-Abrar, hal 114 asy-Syamilah) <br />عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ أَنَّ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ وَأَبَا جَهْمٍ خَطَبَانِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ لَهُ انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ فَكَرِهْتُهُ ثُمَّ قَالَ انْكِحِي أُسَامَةَ فَنَكَحْتُهُ فَجَعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا <br />Dari Fathimah binti Qais radhiyallahu’anha, dia menuturkan bahwa suatu ketika Mu’waiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm ingin melamarku, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun Abu Jahm, dia itu tidak pernah meletakkan tongkatnya dari bahunya. Adapun Mu’awiyah adalah orang yang miskin, tak berharta. Menikahlah dengan Usamah bin Zaid.” Namun aku tidak menyukainya. Lalu beliau bersabda, “Menikahlah dengan Usamah.” Maka akupun menikah dengannya sehingga Allah menjadikan kebaikan padanya (HR. Muslim)<br />an-Nawawi rahimahullah berkata:<br />وَفِيهِ دَلِيل عَلَى جَوَاز ذِكْر الْإِنْسَان بِمَا فِيهِ عِنْد الْمُشَاوَرَة وَطَلَب النَّصِيحَة وَلَا يَكُون هَذَا مِنْ الْغِيبَة الْمُحَرَّمَة بَلْ مِنْ النَّصِيحَة الْوَاجِبَة . وَقَدْ قَالَ الْعُلَمَاء إِنَّ الْغِيبَة تُبَاح فِي سِتَّة مَوَاضِع أَحَدهَا الِاسْتِنْصَاح<br />“Di dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan bolehnya menyebutkan apa-apa yang terdapat pada diri seseorang ketika bermusyawarah dan meminta nasehat, dan hal ini tidak termasuk dalam perbuatan ghibah/menggunjing yang diharamkan, bahkan hal ini adalah nasehat yang wajib. Para ulama mengatakan bahwa ghibah diperbolehkan pada enam keadaan, salah satunya adalah ketika dimintai nasehat -pendapat tentang orang lain yang hendak dinikahi atau menjadi rekan bisnis dan semacamnya, pent-.” (Syarh Muslim [5/240] asy-Syamilah)<br />وقد سمع أبو تراب النخشبي أحمد بن حنبل وهو يتكلم في بعض الرواة فقال له: أتغتاب العلماء؟! فقال له: ويحك! هذا نصيحة، ليس هذا غيبة.<br />Abu Turab an-Nakhasyabi pernah mendengar Ahmad bin Hanbal ketika dia sedang membicarakan/mengkritik sebagian periwayat. Maka dia berkata kepadanya, “Apakah kamu menggunjing para ulama?!”. Maka beliau berkata kepadanya, “Celaka kamu! Ini adalah nasehat, ini bukan ghibah.” (disebutkan dalam al-Ba’its al-Hatsits, hal. 36 asy-Syamilah)<br />Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang yang bisa menunaikan kewajiban yang agung ini dan menjadikan kita sebagai orang-orang yang saling memberikan nasehat dengan ikhlas karena-Nya. Wallahul muwaffiq. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.Hadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-17152065193546981402010-07-29T13:17:00.000-07:002010-07-29T13:18:35.699-07:00WAKTU: ALANGKAH BERHARGA DIRIMU!WAKTU, ALANGKAH BERHARGA DIRIMU!<br /><br /><br />Berjam-jam membaca al-Qur’an sesuatu yang amat jarang kita lakukan. Berjam-jam mengikuti kajian kitab pun jarang kita lakukan. Berjam-jam membolak-balik kitab para ulama pun sulit untuk kita saksikan pada kebanyakan sosok pemuda muslim di jaman ini. Namun, berjam-jam di depan internet tanpa ada aktifitas yang jelas dan bermutu adalah sesuatu yang lumrah. Terlebih lagi dengan adanya facebook yang kini marak di dunia maya. Sungguh benar Allah ta’ala yang berfirman (yang artinya), “Demi masa, sesungguhnya semua orang benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran.” (QS. al-’Ashr : 1-3).<br />Perkembangan teknologi bukanlah sesuatu yang bisa disalahkan. Hanya saja, kebanyakan orang tidak bisa menggunakan produk kecanggihan teknologi itu dengan sebagaimana seharusnya. Cobalah kita ingat beberapa belas tahun yang silam, ketika televisi masih menjadi barang langka, ketika internet dan hape belum meluas sebagaimana sekarang. Niscaya akan kita dapati banyak kemungkaran yang dahulu jarang kita temukan terjadi secara terang-terangan ternyata pada jaman sekarang ini sudah menjadi barang yang biasa dan lumrah menghiasi PC, laptop, dan perangkat komunikasi para generasi muda. Allahul musta’an! Sungguh benar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Segeralah beramal sebelum datangnya fitnah-fitnah bak potongan-potongan malam yang gelap gulita. Pada pagi hari seorang masih beriman namun di sore harinya dia telah menjadi kafir.” Atau “Pada sore hari masih beriman namun di pagi harinya dia menjadi kafir.” “Dia rela menjual agamanya demi mendapatkan sekeping kesenangan dunia.” (HR. Muslim).<br />Saudaraku -semoga Allah menjaga diriku dan dirimu- waktu yang Allah berikan kepada kita merupakan nikmat yang sangat agung. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua buah nikmat yang kebanyakan manusia terpedaya karena tidak bisa menggunakan keduanya dengan baik, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari). Hasan al-Bashri rahimahullah mengatakan, “Hai anak Adam, sesungguhnya kamu adalah kumpulan perjalanan hari. Setiap kali hari berlalu maka lenyaplah sebagian dari dirimu.” Ada orang yang mengatakan, “Waktu bagaikan pedang, kalau kamu tidak menebasnya -dengan kebaikan- maka dia akan menebasmu -dengan keburukan-.”<br />Hidup di dunia adalah sementara ya akhi…, untuk apa kita buang waktu kita dalam perkara-perkara yang sia-sia? Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Apakah kalian mengira, bahwa Kami menciptakan kalian sia-sia belaka, dan kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami?”. (QS. al-Mukminun : 115). Allah juga berfirman (yang artinya), “Kemudian sesudah itu kalian juga akan mati, lantas kalian kelak akan dibangkitkan pada hari kiamat.” (QS. al-Mukminun : 15-16).<br />Setiap mukmin, ketika ditanya; untuk apa anda hidup? Niscaya selama akalnya masih waras akan menjawab; untuk beribadah kepada Allah. Benar-benar jawaban yang cerdas. Namun, ketika kita perhatikan dengan seksama aktifitas dan perilaku manusia di alam nyata dalam bentuk gerak-gerik mata, jari-jemari, tangan dan kakinya, di kala siang, sore atau malam hari, maka akan kita temukan realita yang berkebalikan seratus delapan puluh derajat dari jawaban yang mereka lontarkan. Mereka makan untuk memenuhi hawa nafsu. Mereka memandang untuk memenuhi hawa nafsu. Mereka berjalan untuk mencapai apa yang diinginkan oleh nafsu. Mereka begadang juga untuk memenuhi tuntutan hawa nafsu. Mereka buka mata dan telinga lebar-lebar pun untuk memenuhi keinginan hawa nafsu.<br />Kita tidak sedang menyibukkan diri dengan membicarakan aib orang lain, namun yang kita bicarakan adalah aib-aib kita yang Allah sendirilah yang paling tahu betapa banyak aib kita di mata-Nya. Meskipun demikian, kita seperti orang yang masa bodoh dengan dosa-dosanya. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan, “Seorang mukmin akan melihat dosanya bagaikan sebuah bukit besar yang akan menimpa dirinya. Sedangkan seorang yang fajir akan melihat dosanya hanya seperti seekor lalat yang hinggap di depan hidungnya kemudian dia halau dengan jari dengan santainya.”<br />Subhanallah! Betapa jauhnya kita dengan akhlak salafus shalih. Ibnu Abi Mulaikah mengatakan, “Aku berjumpa dengan tiga puluh sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka semua merasa khawatir dirinya tertimpa kemunafikan.” Hasan al-Bashri rahimahullah mengatakan, “Seorang mukmin akan memadukan di dalam dirinya antara ihsan/perbuatan baik dengan rasa takut. Sedangkan seorang yang munafik akan memadukan di dalam dirinya antara perbuatan jelek dengan rasa aman dari tertimpa hukuman.” Allahul musta’aan!<br />Di manakah posisi kita wahai saudaraku! Kita menisbatkan diri sebagai seorang salafi -pengikuti pemahaman salafus shalih- namun dalam prakteknya akhlak kita seperti akhlak orang-orang Arab Badui…!<br />Allah ta’ala berfirman tentang akhlak orang Arab Badui (yang artinya), “Orang Arab Badui itu lebih keras kekufuran dan kemunafikannya dan sangat wajar tidak memahami batasan-batasan (hukum) yang Allah turunkan kepada rasul-Nya…” (QS. at-Taubah : 97). Syaikh as-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Meskipun di kota maupun di pelosok/badui juga sama-sama terdapat orang kafir dan munafik, namun yang berada di pelosok itu biasanya lebih parah daripada yang hidup di kota. Salah satu buktinya adalah orang Arab badui/pelosok itu lebih rakus kepada harta dan lebih pelit terhadapnya.” (Taisir al-Karim ar-Rahman [1/457]).<br />Memang sebagian di antara mereka pun terdapat orang yang beriman. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan di antara orang Arab Badui itu pun ada yang beriman kepada Allah dan hari akhir…” (QS. at-Taubah : 99). Oleh sebab itu mereka dicela bukan karena kebaduiannya, akan tetapi dikarenakan mereka meninggalkan perintah-perintah Allah, dan bahwasanya mereka adalah golongan orang yang sangat mudah terjerumus di dalamnya (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman [1/458]).<br />Maka apa bedanya mereka itu (baca: Arab badui yang ‘mbeling’) dengan sebagian di antara kaum muslimin pada hari ini yang begitu mudah meninggalkan perintah-perintah Allah serta menerjang larangan-larangan-Nya semata-mata dengan alasan “Ini kan jaman moderen, biasalah.” “Kita kan masih muda, ya wajar!”. Atau dengan mengatakan, “Dari dulu ya sudah kayak gini, masak tradisi warisan nenek moyang mau kita selisihi [?!]“. Atau dengan mengatakan, “Masak tiap hari disuruh pengajian, kita ‘kan juga butuh refreshing, menikmati dunia memangnya gak boleh?”. Atau, “Ah kamu ini sok suci. Jangan munafiklah!”. “Kamu sih, sukanya yang ekstrim-esktrim.” Dan seabrek bisikan syaitan lainnya. Laa haula wa laa quwwata illa billah!<br />Perhatikanlah wahai saudaraku -semoga Allah membimbingmu- sesungguhnya syaitan dan bala tentaranya tidak henti-henti berupaya untuk menjerumuskan umat manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya singgasana Iblis berada di atas lautan. Maka dia mengutus pasukan-pasukannya demi menyesatkan manusia. Bala tentaranya yang paling mulia kedudukannya di sisi Iblis adalah yang paling dahsyat menimbulkan kekacauan.” (HR. Muslim).<br />Suatu ketika, Aisyah radhiyallahu’anha mendapati suaminya yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkannya di suatu malam, maka Aisyah pun merasa cemburu. Setelah pulang, Nabi melihat kegelisahan yang ada padanya, lalu Nabi berkata, “Ada apa denganmu wahai Aisyah? Apakah kamu merasa cemburu?”. Aisyah mengatakan, “Bagaimana orang sepertiku tidak merasa cemburu kepada seorang suami yang seperti anda?”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah syaitanmu telah mendatangimu?”. Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah, apakah bersamaku ada syaitan?”. Beliau menjawab, “Iya.” Lalu Aisyah berkata, “Apakah semua orang juga demikian?”. Beliau menjawab, “Iya.” Aisyah kembali bertanya, “Demikian juga anda wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Iya, hanya saja Allah telah membantuku untuk menundukkannya sehingga akhirnya dia pun masuk Islam.” (HR. Muslim).<br />Ketika dahulu para sahabat duduk bersama untuk berbicara dan menasehati dalam rangka menambah keimanan dan ketakwaan. Eee … pada hari ini sebagian dari kita justru berkumpul dan saling bahu membahu untuk memupuk kemaksiatan dan merontokkan tembok keimanan. Tidakkah kita ingat firman Allah ta’ala (yang artinya), “Pada hari kiamat itu nanti orang-orang yang saling berkasih sayang dan berteman akan berubah menjadi saling bermusuhan kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. az-Zukhruf : 67).<br />Maka, dengan andil besar dari syaitan dan bala tentaranya itulah, terbentuklah geng-geng, perkumpulan-perkumpulan, gerakan-gerakan, yang semuanya memiliki satu kecenderungan yang seragam yaitu bertekad bulat untuk mendurhakai ar-Rahman Sang penguasa kerajaan langit dan bumi. Dengan keyakinan mereka, mereka menanamkan bahwa kehidupan dunia adalah lahan untuk memuaskan hawa nafsu dan mengumbar kesombongan. Dengan ucapan mereka, mereka ingin mengelabui kaum muda bahwa tidak ada gunanya rajin-rajin menuntut ilmu agama, lebih baik sibuk dengan wawasan terkini dan meninggalkan al-Qur’an. Dengan sikap dan perbuatan mereka, mereka mengajak masyarakat dan para orang tua untuk bersama-sama menenggelamkan putra-putri mereka dalam pergaulan bebas tanpa batas, sehingga perbuatan keji pun dengan leluasa merajalela. Apakah maknanya ini semua, wahai saudaraku yang mulia… akankah kita biarkan kemungkaran itu terus merajalela dan merusak tunas-tunas bangsa?<br />Oleh sebab itu, seorang pemuda muslim yang masih menyimpan kecintaan kepada Allah dan rasul-Nya hendaknya menanamkan tekad di dalam hatinya agar tidak ikut memperkeruh raut muka umat Islam masa kini di hadapan Rabb mereka.<br />Jadilah sebagaimana pemuda Ibrahim yang getol untuk memperjuangan tauhid dan memberantas syirik yang ada di masyarakatnya!<br />Jadilah sebagaimana para pemuda Kahfi yang beriman kepada Allah dan Allah pun berkenan menambahkan hidayah kepada mereka!<br />Jadilah sebagaimana Ali bin Abi Thalib yang sangat keras memusuhi musuh-musuh Islam yang berani melecehkan sahabat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam!<br />Jadilah sebagaimana para pemuda Anshar yang berlomba-lomba untuk maju ke medan jihad demi mempertahankan agamanya!<br />Jadilah sebagaimana Uwais al-Qarani yang sangat berbakti kepada ibunya!<br />Saudaraku, salafuna as-shalih adalah orang-orang yang sangat pelit dengan waktunya dan paling gigih dalam menjaga lisan mereka. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Apakah mereka itu mengira bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisik-bisikan mereka? Sebenarnya Kami mendengar, dan para utusan Kami (malaikat) selalu mencatat di sisi mereka.” (QS. az-Zukhruf : 80).<br />Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Tidak ada kebaikan di dalam kebanyakan perbincangan mereka kecuali orang yang menyuruh bersedekah, mengajak yang ma’ruf, atau mendamaikan di antara manusia.” (QS. an-Nisa’ : 114). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salah satu tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak penting baginya.” (HR. Tirmidzi, hasan). Sebagian orang bijak mengatakan, “Apabila kamu akan berbicara maka ingatlah bahwa Allah mendengar ucapanmu. Apabila kamu diam, maka ingatlah bahwa Allah juga selalu mengawasimu.” (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 152).<br />Ikhwah sekalian, tauhid bukan sekedar tulisan yang tergores di buku-buku. Tauhid bukan sekedar dihafal di dalam pikiran. Tauhid juga bukan sekedar slogan-slogan kosong tanpa makna. Tauhid yang bersemayam di dalam hati seorang insan tentu akan membuahkan amal nyata di dalam kehidupan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “..pokok keimanan itu tertanam di dalam hati yaitu ucapan dan perbuatan hati. Ia mencakup pengakuan yang disertai pembenaran dan rasa cinta dan ketundukan. Sedangkan apa yang ada di dalam hati pastilah akan tampak konsekuensinya dalam perbuatan anggota-anggota badan. Apabila seseorang tidak melakukan konsekuensinya maka itu menunjukkan bahwa iman itu tidak ada atau lemah [padanya]. Oleh karena itu maka amal-amal lahir itu merupakan konsekuensi dari keimanan di dalam hati. Ia merupakan pembuktian atas apa yang ada di dalam hati, tanda dan saksi baginya. Ia merupakan cabang dari totalitas keimanan dan bagian dari kesatuannya.…” (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah [2/175] as-Syamilah, lihat juga Mujmal Masa’il al-Iman al-’Ilmiyah, hal. 15).<br />Ibnu Batthah rahimahullah (wafat tahun 387 H) menyebutkan riwayat dari Umair bin Habib radhiyallahu’anhu, dia mengatakan, “Iman itu bertambah dan berkurang.” Ada yang bertanya, “Apakah maksud pertambahan dan pengurangannya?”. Beliau menjawab, “Apabila kita mengingat Allah kemudian kita memuji dan menyucikan-Nya maka itulah pertambahannya. Dan apabila kita lalai dan melupakan-Nya maka itulah pengurangannya.” (al-Ibanah al-Kubra [3/153], lihat juga Fath al-Bari Ibnu Rojab [1/5] as-Syamilah).<br />Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Belumkah tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk dan takut hati mereka dengan mengingat Allah serta merenungkan kebenaran yang diturunkan (kepada mereka), dan janganlah mereka itu seperti orang-orang terdahulu yang diberikan kitab sebelum mereka, ketika masa yang panjang berlalu maka mengeraslah hati mereka, dan banyak di antara mereka yang menjadi orang-orang fasik.” (QS. al-Hadid : 16).<br />Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami akan celakan sedangkan bersama kami masih ada orang-orang salih?”. Maka beliau menjawab, “Iya, apabila perbuatan-perbuatan keji telah merajalela.” (HR. Muslim).<br />Demikianlah sekelumit pesan bagi saudara-saudaraku sekalian, para pemuda yang menginginkan kebahagiaan abadi di akherat nanti, bersama para bidadari dan pelayan-pelayan yang baik budi. Suatu hari di saat orang-orang lain tersiksa, ketika itu pemuda yang tumbuh dalam ketaatan beribadah kepada Rabbnya pun akan merasakan keteduhan di bawah naungan Arsy-Nya. Karena dia rela untuk meninggalkan apa yang disenangi oleh hawa nafsunya demi mendapatkan kecintaan Rabb alam semesta.<br />Allah ta’ala berfirman tentang surga (yang artinya), “Itulah yang balasan bagi orang-orang yang takut kepada Rabbnya.” (QS. al-Bayyinah : 8).<br />Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita dan memurnikan taubat kita agar benar-benar ikhlas karena-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Penerima taubat. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.Hadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-22355488140794328072010-07-29T13:16:00.000-07:002010-07-29T13:17:09.022-07:00SUMBER KEMAKSIATANSUMBER KEMAKSIATAN<br /><br />Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:<br />Sumber segala bentuk kemaksiatan yang besar ataupun yang kecil ada tiga: ketergantungan hati kepada selain Allah, memperturutkan kekuatan angkara murka, dan mengumbar kekuatan nafsu syahwat. Wujudnya adalah syirik, kezaliman, dan perbuatan-perbuatan keji. Puncak ketergantungan hati kepada selain Allah adalah kemusyrikan dan menyeru sesembahan lain sebagai sekutu bagi Allah. Puncak memperturutkan kekuatan angkara murka adalah terjadinya pembunuhan. Adapun puncak mengumbar kekuatan nafsu syahwat adalah terjadinya perzinaan.<br />Oleh sebab itu Allah subhanahu memadukan ketiganya dalam firman-Nya (yang artinya), “Dan orang-orang yang tidak menyeru bersama Allah sesembahan yang lain, dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali apabila ada alasan yang benar, dan mereka juga tidak berzina.” (QS. al-Furqan: 68). Ketiga jenis dosa ini saling menyeret satu dengan yang lainnya. Syirik akan menyeret kepada kezaliman dan perbuatan keji, sebagimana halnya keikhlasan dan tauhid akan menyingkirkan kedua hal itu dari pemiliknya (ahli tauhid). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Demikianlah, Kami palingkan darinya -Yusuf- keburukan dan perbuatan keji, sesungguhnya dia termasuk kalangan hamba pilihan Kami (yang ikhlas).” (QS. Yusuf: 24)<br />Yang dimaksud dengan ‘keburukan’ (as-Suu’) di dalam ayat tadi adalah kerinduan (‘isyq), sedangkan yang dimaksud dengan perbuatan keji (al-fakhsya’) adalah perzinaan. Maka demikian pula kezaliman akan bisa menyeret kepada perbuatan syirik dan perbuatan keji. Sesungguhnya syirik itu sendiri merupakan kezaliman yang paling zalim, sebagaimana keadilan yang paling adil adalah tauhid. Keadilan merupakan pendamping bagi tauhid, sementara kezaliman merupakan pendamping syirik.<br />Oleh sebab itulah, Allah subhanahu memadukan kedua hal itu. Adapun yang pertama -keadilan sebagai pendamping tauhid- adalah seperti yang terkandung dalam firman Allah (yang artinya), “Allah bersaksi bahwa tidak ada sesembahan -yang benar- kecuali Allah, demikian juga bersaksi para malaikat dan orang-orang yang berilmu, dalam rangka menegakkan keadilan.” (QS. Ali Imran: 18). Adapun yang kedua -kezalimaan sebagai pendamping syirik- adalah seperti yang terkandung dalam firman Allah (yang artinya), “Sesungguhnya syirik merupakan kezaliman yang sungguh-sungguh besar.” (QS. Luqman: 13). Sementara itu, perbuatan keji pun bisa menyeret ke dalam perbuatan syirik dan kezaliman. Terlebih lagi apabila keinginan untuk melakukannya sangat kuat dan hal itu tidak bisa didapatkan selain dengan menempuh tindakan zalim serta meminta bantuan sihir dan setan.<br />Allah subhanahu pun telah memadukan antara zina dan syirik di dalam firman-Nya (yang artinya), “Seorang lelaki pezina tidak akan menikah kecuali dengan perempuan pezina pula atau perempuan musyrik. Demikian juga seorang perempuan pezina tidak akan menikah kecuali dengan lelaki pezina atau lelaki musyrik. Dan hal itu diharamkan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. an-Nur: 3). Ketiga perkara ini saling menyeret satu dengan yang lainnya dan saling mengajak satu sama lain. Oleh sebab itu, setiap kali melemah tauhid dan menguat syirik pada hati seseorang maka semakin banyak perbuatan keji yang dilakukannya, kemudian semakin besar pula ketergantungan hatinya kepada gambar-gambar -yang terlarang- serta semakin kuat pula kerinduan yang menggelayuti hatinya terhadap gambar/rupa tersebut…<br />(diterjemahkan dari al-Fawa’id, hal. 78-79)Hadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-37975471057180991162010-07-29T13:15:00.000-07:002010-07-29T13:16:13.600-07:00OBAT PENENANG JIWAOBAT PENENANG JIWA<br /><br />Segala puji untuk Allah, Yang telah menurunkan al-Qur’an sebagai petunjuk dan obat bagi hamba-hamba yang beriman. Salawat dan salam semoga tercurahkan kepada Imam orang-orang yang bertakwa, yang telah menguraikan ayat-ayat-Nya kepada segenap umatnya. Amma ba’du.<br />Saudaraku, sudah menjadi tabiat manusia bahwa mereka menyukai sesuatu yang bisa menyenangkan hati dan menentramkan jiwa mereka. Oleh sebab itu, banyak orang rela mengorbankan waktunya, memeras otaknya, dan menguras tenaganya, atau bahkan kalau perlu mengeluarkan biaya yang tidak kecil jumlahnya demi meraih apa yang disebut sebagai kepuasan dan ketenangan jiwa. Namun, ada sebuah fenomena memprihatinkan yang sulit sekali dilepaskan dari upaya ini. Seringkali kita jumpai manusia memakai cara-cara yang dibenci oleh Allah demi mencapai keinginan mereka.<br />Ada di antara mereka yang terjebak dalam jerat harta. Ada yang terjebak dalam jerat wanita. Ada yang terjebak dalam hiburan yang tidak halal. Ada pula yang terjebak dalam aksi-aksi brutal atau tindak kriminal. Apabila permasalahan ini kita cermati, ada satu faktor yang bisa ditengarai sebagai sumber utama munculnya itu semua. Hal itu tidak lain adalah karena manusia tidak lagi menemukan ketenangan dan kepuasan jiwa dengan berdzikir dan mengingat Rabb mereka.<br />Padahal, Allah ta’ala telah mengingatkan hal ini dalam ayat (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan hati mereka bisa merasa tentram dengan mengingat Allah, ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah maka hati akan merasa tentram.” (QS. ar-Ra’d: 28). Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa pendapat terpilih mengenai makna ‘mengingat Allah’ di sini adalah mengingat al-Qur’an. Hal itu disebabkan hati manusia tidak akan bisa merasakan ketentraman kecuali dengan iman dan keyakinan yang tertanam di dalam hatinya. Sementara iman dan keyakinan tidak bisa diperoleh kecuali dengan menyerap bimbingan al-Qur’an (lihat Tafsir al-Qayyim, hal. 324) <br />Ibnu Rajab al-Hanbali berkata, “Dzikir merupakan sebuah kelezatan bagi hati orang-orang yang mengerti.” Demikian juga Malik bin Dinar mengatakan, “Tidaklah orang-orang yang merasakan kelezatan bisa merasakan sebagaimana kelezatan yang diraih dengan mengingat Allah.” (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 562). Sekarang, yang menjadi pertanyaan kita adalah; mengapa banyak di antara kita yang tidak bisa merasakan kelezatan berdzikir sebagaimana yang digambarkan oleh para ulama salaf. Sehingga kita lebih menyukai menonton sepakbola daripada ikut pengajian, atau lebih suka menikmati telenovela daripada merenungkan ayat-ayat-Nya, atau lebih suka berkunjung ke lokasi wisata daripada memakmurkan rumah-Nya. <br />Perhatikanlah ucapan Rabi’ bin Anas berikut ini, mungkin kita akan bisa menemukan jawabannya. Rabi’ bin Anas mengatakan sebuah ungkapan dari sebagian sahabatnya, “Tanda cinta kepada Allah adalah banyak berdzikir/mengingat kepada-Nya, karena sesungguhnya tidaklah kamu mencintai apa saja kecuali kamu pasti akan banyak-banyak menyebutnya.” (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 559). Ini artinya, semakin lemah rasa cinta kepada Allah dalam diri seseorang, maka semakin sedikit pula ‘kemampuannya’ untuk bisa mengingat Allah ta’ala. Hal ini secara tidak langsung menggambarkan kondisi batin kita yang begitu memprihatinkan, walaupun kondisi lahiriyahnya tampak baik-baik saja. Aduhai, betapa sedikit orang yang memperhatikannya! Ternyata, inilah yang selama ini hilang dan menipis dalam diri kita; yaitu rasa cinta kepada Allah… <br />Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Pokok dan ruh ketauhidan adalah memurnikan rasa cinta untuk Allah semata, dan hal itu merupakan pokok penghambaan dan penyembahan kepada-Nya. Bahkan, itulah hakekat dari ibadah. Tauhid tidak akan sempurna sampai rasa cinta seorang hamba kepada Rabbnya menjadi sempurna, dan kecintaan kepada-Nya harus lebih diutamakan daripada segala sesuatu yang dicintai. Sehingga rasa cintanya kepada Allah mengalahkan rasa cintanya kepada selain-Nya dan menjadi penentu atasnya, yang membuat segala perkara yang dicintainya harus tunduk dan mengikuti kecintaan ini yang dengannya seorang hamba akan bisa menggapai kebahagiaan dan kemenangannya.” (al-Qaul as-Sadid Fi Maqashid at-Tauhid, hal. 95)<br />Kalau demikian keadaannya, maka solusi untuk bisa menggapai ketenangan jiwa melalui dzikir adalah dengan menumbuhkan dan menguatkan rasa cinta kepada Allah. Dan satu-satunya jalan untuk mendapatkannya adalah dengan mengenal Allah melalui keagungan nama-nama dan sifat-sifat-Nya dan memperhatikan kebesaran ayat-ayat-Nya, yang tertera di dalam al-Qur’an ataupun yang berwujud makhluk ciptaan-Nya. Syaikh Dr. Muhammad bin Khalifah at-Tamimi hafizhahullah berkata, “Sesungguhnya rasa cinta kepada sesuatu merupakan cabang dari pengenalan terhadapnya. Maka manusia yang paling mengenal Allah adalah orang yang paling cinta kepada-Nya. Dan setiap orang yang mengenal Allah pastilah akan mencintai-Nya. Dan tidak ada jalan untuk menggapai ma’rifat ini kecuali melalui pintu ilmu mengenai nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya. Tidak akan kokoh ma’rifat seorang hamba terhadap Allah kecuali dengan berupaya mengenali nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang disebutkan di dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah…” (Mu’taqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah fi Tauhid al-Asma’ wa as-Shifat, hal. 16) <br />Hati seorang hamba akan menjadi hidup, diliputi dengan kenikmatan dan ketentraman apabila hati tersebut adalah hati yang senantiasa mengenal Allah, yang pada akhirnya membuahkan rasa cinta kepada Allah lebih di atas segala-galanya (lihat Mu’taqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah fi Tauhid al-Asma’ wa as-Shifat, hal. 21). Di sisi yang lain, kelezatan di akherat yang diperoleh seorang hamba kelak adalah tatkala melihat wajah-Nya. Sementara hal itu tidak akan bisa diperolehnya kecuali setelah merasakan kelezatan paling agung di dunia, yaitu dengan mengenal Allah dan mencintai-Nya, dan inilah yang dimaksud dengan surga dunia yang akan senantiasa menyejukkan hati hamba-hamba-Nya (lihat ad-Daa’ wa ad-Dawaa’, hal. 261)<br />Banyak orang yang tertipu oleh dunia dengan segala kesenangan yang ditawarkannya sehingga hal itu melupakan mereka dari mengingat Rabb yang menganugerahkan nikmat kepada mereka. Hal itu bermula, tatkala kecintaan kepada dunia telah meresap ke dalam relung-relung hatinya. Tanpa terasa, kecintaan kepada Allah sedikit demi sedikit luntur dan lenyap. Terlebih lagi ‘didukung’ suasana sekitar yang jauh dari siraman petunjuk al-Qur’an, apatah lagi pengenalan terhadap keagungan nama-nama dan sifat-Nya. Maka semakin jauhlah sosok seorang hamba yang lemah itu dari lingkaran hidayah Rabbnya. Sholat terasa hampa, berdzikir tinggal gerakan lidah tanpa makna, dan al-Qur’an pun teronggok berdebu tak tersentuh tangannya. Wahai saudaraku… apakah yang kau cari dalam hidup ini? Kalau engkau mencari kebahagiaan, maka ingatlah bahwa kebahagiaan yang sejati tidak akan pernah didapatkan kecuali bersama-Nya dan dengan senantiasa mengingat-Nya. <br />Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Akan tetapi ternyata kalian lebih mengutamakan kehidupan dunia, sementara akherat itu lebih baik dan lebih kekal.” (QS. al-A’la: 16-17). Allah juga berfirman mengenai seruan seorang rasul yang sangat menghendaki kebaikan bagi kaumnya (yang artinya), “Wahai kaumku, ikutilah aku niscaya akan kutunjukkan kepada kalian jalan petunjuk. Wahai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (yang semu), dan sesungguhnya akherat itulah tempat menetap yang sebenarnya.” (QS. Ghafir: 38-39) (lihat ad-Daa’ wa ad-Dawaa’, hal. 260)<br />Apabila engkau menangis karena ludesnya hartamu, atau karena hilangnya jabatanmu, atau karena orang yang pergi meninggalkanmu, maka sekaranglah saatnya engkau menangisi rusaknya hatimu… Allahul musta’aan wa ‘alaihit tuklaan. <br /><br /><br />Sumber: http://abumushlih.com/obat-penenang-jiwa.html/Hadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-88329372288597004652010-07-29T13:13:00.001-07:002010-07-29T13:13:48.936-07:00KEUTAMAAN PUASAKEUTAMAAN PUASA<br /><br />Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya para lelaki muslim dan perempuan muslimah, para lelaki dan perempuan yang beriman, para lelaki dan perempuan yang taat, para lelaki dan perempuan yang jujur, para lelaki dan perempuan yang sabar, para lelaki dan perempuan yang khusyu’, para lelaki dan perempuan yang rajin bersedekah, para lelaki dan perempuan yang rajin berpuasa, para lelaki dan perempuan yang senantiasa menjaga kemaluannya, dan para lelaki dan perempuan yang banyak mengingat Allah, maka Allah siapkan untuk mereka ampunan dan pahala yang sangat besar.” (QS. al-Ahzab: 35)<br />Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa merupakan perisai yang dapat digunakan oleh seorang hamba untuk melindungi dirinya dari jilatan api neraka.” (HR. Ahmad, sahih)<br />Suatu ketika, Abu Umamah radhiyallahu’anhu bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu amalan yang dengan sebab itu aku bisa masuk ke dalam surga.” Maka beliau menjawab, “Lakukanlah puasa, tiada yang dapat menyamainya.” (HR. Nasa’i, sanadnya sahih)<br />Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman: Semua amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai. Apabila suatu hari salah seorang dari kalian sedang berpuasa maka janganlah dia mengucapkan kata-kata kotor ataupun berteriak-teriak. Apabila ada orang yang mencaci-maki dirinya atau memeranginya maka ucapkanlah; Aku sedang puasa. Demi tuhan yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada bau kasturi. Seorang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan; ketika berbuka puasa maka dia merasa senang, dan ketika berjumpa dengan Rabbnya maka dia pun merasa senang dengan puasanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)<br />Dicuplik dengan peringkasan dari kitab Shifat Shaum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam fi Ramadhan karya Syaikh Salim bin Ied al-Hilali dan Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid -hafizhahumallah-<br />Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan bahwa:<br />1. Puasa merupakan salah satu sebab turunnya ampunan dan curahan pahala<br />2. Puasa merupakan salah satu sebab untuk menyelamatkan diri dari siksaan api neraka<br />3. Puasa merupakan salah satu sebab untuk masuk ke dalam surga<br />4. Puasa merupakan sebuah amalan yang sangat istimewa yang disandarkan Allah kepada diri-Nya<br />5. Puasa merupakan benteng dari perbuatan jelek<br />6. Puasa akan mendatangkan kegembiraan di hati orang yang beriman; yaitu di dunia ketika dia berbuka/berhari raya dan di akherat ketika dia berjumpa dengan Allah dengan membawa amalannya<br />Semoga Allah yang Maha kuasa lagi Maha mengetahui masih memberikan kesempatan kepada kita untuk bertemu dengan Ramadhan di tahun ini. Sehingga kita bisa menjalankan sebuah ibadah yang sangat agung demi menggapai ampunan dan pahala dari-Nya. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.<br />Wisma al-Ghuroba’, Pogung Dalangan<br /><br />Sumber: http://abumushlih.com/keutamaan-puasa.html/Hadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-89773979460274461522010-07-14T13:44:00.002-07:002010-07-14T13:46:23.235-07:00KEBERKAHAN HIDUPKEBERKAHAN HIDUP<br />Hadi Prayitno<br /><br />Setiap orang tentu saja ingin memperoleh keberkahan dalam hidupnya di dunia ini. Karena itu kita selalu berdo’a dan meminta orang lain mendo’akan kita agar segala sesuatu yang kita miliki dan kita upayakan memperoleh keberkahan dari Allah Swt. Secara harfiyah, berkah berarti an nama’ waz ziyadah yakni tumbuh dan bertambah, ini berarti Berkah adalah kebaikan yang bersumber dari Allah yang ditetapkan terhadap sesuatu sebagaimana mestinya sehingga apa yang diperoleh dan dimiliki akan selalu berkembang dan bertambah besar manfaat kebaikannya. Kalau sesuatu yang kita miliki membawa pengaruh negatif, maka kita berarti tidak memperoleh keberkahan yang diidamkan itu.<br /><br />Namun, Allah Swt tidak sembarangan memberikan keberkahan kepada manusia. Ternyata, Allah hanya akan memberi keberkahan itu kepada orang yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Janji Allah untuk memberikan keberkahan kepada orang yang beriman dan bertaqwa dikemukakan dalam firman-Nya yang artinya: Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (QS 7:96).<br /><br />Apabila manusia, baik secara pribadi maupun kelompok atau masyarakat memperoleh keberkahan dari Allah Swt, maka kehidupannya akan selalu berjalan dengan baik, rizki yang diperolehnya cukup bahkan melimpah, sedang ilmu dan amalnya selalu memberi manfaat yang besar dalam kehidupan. Disilah letak pentingnya bagi kita memahami apa sebenarnya keberkahan itu agar kita bisa berusaha semaksimal mungkin untuk meraihnya.<br /><br />BENTUK KEBERKAHAN<br /><br />Secara umum, keberkahan yang diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman bisa kita bagi kedalam tiga bentuk. <br />Pertama, berkah dalam keturunan, yakni dengan lahirnya generasi yang shaleh. Generasi yang shaleh adalah yang kuat imannya, luas ilmunya dan banyak amal shalehnya, ini merupakan sesuatu yang amat penting, apalagi terwujudnya generasi yang berkualitas memang dambaan setiap manusia. Kelangsungan Islam dan umat Islam salah satu faktornya adalah adanya topangan dari generasi yang shaleh. Generasi semacam itu juga memiliki jasmani yang kuat, memiliki kemandirian termasuk dalam soal harta dan bisa menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya. Keberkahan semacam ini telah diperoleh Nabi Ibrahim as dan keluarganya yang ketika usia mereka sudah begitu tua ternyata masih dikaruniai anak, bahkan tidak hanya Ismail yang shaleh, sehat dan cerdas, tapi juga Ishak dan Ya’kub. Di dalam Al-Qur’an keberkahan semacam ini diceritakan oleh Allah yang artinya: Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang kelahiran Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya’kub. Isterinya berkata: "Sungguh mengherankan, apakah aku aka melairkan anak, padahal aku adalah perempuan seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh". Para malaikat itu berkata: "Apakahkamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah" (QS 11:71-73).<br /><br />Kedua, keberkahan dalam soal makanan yakni makanan yang halal dan thayyib, hal ini karena ulama ahli tafsir, misalnya Ibnu Katsir menjelaskan bahwa keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana yang disebutkan dalam firman surat Al A’raf: 96 di atas adalah rizki yang diantara rizki itu adalah makanan. Yang dimaksud makanan yang halal adalah disamping halal jenisnya juga halal dalam mendapatkannya, sehingga bagi orang yang diberkahi Allah, dia tidak akan menghalalkan segala cara dalam memperoleh nafkah. Disamping itu, makanan yang diberkahi juga adalah yang thayyib, yakni yang sehat dan bergizi sehingga makanan yang halal dan tayyib itu tidak hanya mengenyangkan tapi juga dapat menghasilkan tenaga yang kuat untuk selanjutnya dengan tenaga yang kuat itu digunakan untuk melaksanakan dan menegakkan nilai-nilai kebaikan sebagai bukti dari ketaqwaannya kepada Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (QS 5:88).<br /><br />Karena itu, agar apa yang dimakan juga membawa keberkahan yang lebih banyak lagi, meskipun sudah halal dan thayyib, makanan itu harus dimakan sewajarnya atau secukupnya, hal ini karena Allah sangat melarang manusia berlebih-lebihan dalam makan maupun minum, Allah Swt berfirman yang artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indak di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan (7:31).<br /><br />Ketiga, berkah dalam soal waktu yang cukup tersedia dan dimanfaatkannya untuk kebaikan, baik dalam bentuk mencari harta, memperluas ilmu maupun memperbanyak amal yang shaleh, karena itu Allah menganugerahi kepada kita waktu, baik siang maupun malam dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam setiap harinya, tapi bagi orang yang diberkahi Allah maka dia bisa memanfaatkan waktu yang 24 jam itu semaksimal mungkin sehingga pencapaian sesuatu yang baik ditempuh dengan penggunaan waktu yang efisien. Sudah begitu banyak manusia yang mengalami kerugian dalam hidup ini karena tidak bisa memanfaatkan waktu dengan baik, sementara salah satu karakteristik waktu adalah tidak akan bisa kembali lagi bila sudah berlalu, Allah berfirman yang artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran (QS 103:1-3).<br /><br />Karena itu, bagi seorang muslim yang diberkahi Allah, waktu digunakan untuk bisa membuktikan pengabdiannya kepada Allah Swt, meskipun dalam berbagai bentuk usaha yang berbeda, Allah berfirman yang artinya: Demi malam apabila menutupi, dan siang apabila terang benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan. Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (harta di jalan Allah) dan bertaqwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah (92:1-7).<br /><br />KUNCI KEBERKAHAN.<br /><br />Dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa sebagai seorang muslim, keberkahan dari Allah untuk kita merupakan sesuatu yang amat penting. Karena itu, ada kunci yang harus kita miliki dan usahakan dalam hidup ini. Sekurang-kurangnya, ada dua faktor yang menjadi kunci keberkahan itu.<br /><br />Iman dan Taqwa Yang Benar. <br /><br />Di dalam ayat di atas, sudah dikemukakan bahwa Allah akan menganugerahkan keberkahan kepada hamba-hambanya yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Semakin mantap iman dan taqwa yang kita miliki, maka semakin besar keberkahan yang Allah berikan kepada kita. Karena itu menjadi keharusan kita bersama untuk terus memperkokoh iman dan taqwa kepada Allah Swt. Salah satu ayat yang amat menekankan peningkatan taqwa kepada orang yang beriman adalah firman Allah yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwadan jangan sampai kamu mati kecuali dalam keadaan berserah diri/muslim (QS 3:102).<br /><br />Keimanan dan ketaqwaan yang benar selalu ditunjukkan oleh seorang mu’min dalam bentuk melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya, baik dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan sendiri maupun bersama orang lain. Tegasnya keimanan dan ketaqwaan itu dibuktikan dalam situasi dan kondisi yang bagaimananpun juga dan dimanapun dia berada.<br /><br />Berpedoman kepada Al-Qur’an <br /><br />Al-Qur’an merupakan sumber keberkahan sehingga apabila kita menjalankan pesan-pesan yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan berpedoman kepadanya dalam berbagai aspek kehidupan, nicaya kita akan memperoleh keberkahan dari Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Dan Al-Qur’an ini adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang telah kami turunkan. Maka mengapakah kamu mengingkarinya? (QS 21:50, lihat juga QS 38:29.6:155).<br /><br />Karena harus kita jalankan dan pedomani dalam kehidupan ini, maka setiap kita harus mengimani kebenaran Al-Qur’an bahwa dia merupakan wahyu dari Allah Swt sehingga tidak akan kita temukan kelemahan dari Al-Qur’an, selanjutnya bisa dan suka membaca serta menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari, baik menyangkut aspek pribadi, keluarga, masyarakat maupun bangsa. <br /><br />Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa, keberkahan dari Allah yang kita dambakan itu, memperolehnya harus dengan berdo’a dan berusaha yang sungguh-sungguh, yakni dalam bentuk memantapkan iman dan taqwa serta selalu menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam hidup ini.Hadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-42519972123704979662010-07-14T13:44:00.000-07:002010-07-14T13:45:17.421-07:00CIRI-CIRI ORANG BERTAKWACIRI-CIRI ORANG BERTAKWA<br />Hadi Prayitno<br /><br />Jika seluruh UMUR adalah DOSA<br />Maka TAQWA dan TAUBAT adalah OBAT-nya<br />Jika semua HARTA adalah RACUN<br />Maka ZAKAT lah PENAWAR-nya<br />Jika seluruh BULAN adalah NODA<br />Maka RAMADHAN adalah PEMUTIH-nya<br /><br /><br />Beda Muslim, Mukmin, dan Muttaqin.<br /><br />Pengertian Iman<br />Kepercayaan yang teguh disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa. Hati menyakini lisan membenarkan dan diwujudkan dalam perbuatan.<br /><br />Pengertian Takwa<br /><br />Tanda-tanda orang yang bertakwa itu antara lain:<br />1.Beriman kepada yang gaib, yang tak terindera seperti iman terhadap adanya Allah, para malaikat, hari kebangkitan, sorga, neraka, dan sebagainya. (Dan ini tampak dari sikap perbuatan yang sesuai dengan tuntutan iman tersebut);<br />2.rutin melaksanakan kewajiban salat;<br />3.mau menafkahkan sebagian hartanya (berzakat), bersedekah, dan sebagainya);<br />4.beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dan kitab-kitab Allah lainnya yang diturunkan kepada para utusan sebelum Nabi Muhammad Saw;<br />5.yakin terhadap Hari Kemudian;<br />6.menyantuni anak yatim dan kaum lemah;<br />7.bila berjanji selalu menepati; bersyukur bila mendapat kenikmatan dan bersabar bila mendapat cobaan.<br /><br /> <br />1. Alif laam miin[10].<br />2. Kitab[11] (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa[12],<br />3. (yaitu) mereka yang beriman[13] kepada yang ghaib[14], yang mendirikan shalat[15], dan menafkahkan sebahagian rezki[16] yang kami anugerahkan kepada mereka.<br />4. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang Telah diturunkan sebelummu[17], serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat[18].<br /><br />BALASAN ORANG BERTAKWA<br />QS AL HUJURAT : 13<br /> •• • • <br />13. Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.<br /><br />1. QS AL HUJURAT : 13<br />Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. <br /><br />AL A’RAF : 96<br /> • • <br />96. Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.<br /><br /><br />2. AL A’RAF : 96<br /> akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi<br /><br /> • • <br />2. Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar.<br />3. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.<br />4. Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.<br />5. Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu, dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.<br />3. AT THALAQ : 2-5<br />Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. <br /><br />Keutamaan Takwa<br /> <br /> 1. Barangsiapa mengucapkan "Laa ilaaha illallah" dengan ikhlas, masuk surga. Para sahabat bertanya, "Apa keikhlasannya, ya Rasulullah?" Nabi Saw menjawab, "Memagarinya (melindunginya) dari segala apa yang diharamkan Allah." (HR. Ath-Thabrani)<br /> <br />2. Tiap orang yang bertakwa termasuk keluarga Muhammad (umat Muhammad). (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi)<br /> <br />3. Kemuliaan dunia adalah kekayaan dan kemuliaan akhirat adalah ketakwaan. Kamu, baik laki-laki maupun perempuan, kemuliaanmu adalah kekayaanmu, keutamaanmu adalah ketakwaanmu, kedudukanmu adalah akhlakmu dan (kebanggaan) keturunanmu adalah amal perbuatanmu. (HR. Ad-Dailami)<br /> <br />4. Rasulullah Saw ditanya tentang sebab-sebab paling banyak yang memasukkan manusia ke surga. Beliau menjawab, "Ketakwaan kepada Allah dan akhlak yang baik." Beliau ditanya lagi, "Apa penyebab banyaknya manusia masuk neraka?" Rasulullah Saw menjawab, "Mulut dan kemaluan." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Hibban)<br /> <br />5. Bertakwalah kepada Allah dimanapun kamu berada dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya menghapusnya. Bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang luhur. (HR. Tirmidzi)<br /> <br />6. Tiadalah kamu beriman sehingga perilaku hawa nafsumu sesuai dengan tuntunan ajaran yang aku bawa. (HR. Ath-Thabrani)<br /> <br />7. Bertakwalah kepada Allah karena itu adalah kumpulan segala kebaikan, dan berjihadlah di jalan Allah karena itu adalah kerahiban kaum muslimin, dan berzikirlah kepada Allah serta membaca kitabNya karena itu adalah cahaya bagimu di dunia dan ketinggian sebutan bagimu di langit. Kuncilah lidah kecuali untuk segala hal yang baik. Dengan demikian kamu dapat mengalahkan setan. (HR. Ath-Thabrani)<br /> <br />8. Cukup berdosa orang yang jika diingatkan agar bertakwa kepada Allah, dia marah. (HR. Ath-Thabrani)Hadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-54613997225391963232010-07-14T13:42:00.000-07:002010-07-14T13:43:01.043-07:00AGAR ILMU KITA BERMANFAATAGAR ILMU KITA BERMANFAAT?<br />Hadi Prayitno<br /><br />KISAH RENUNGAN:<br />Diceritakan dalam suatu riwayat bahwa dahulu kala pada masa kaum Bani Israil terdapat seorang lelaki yang memiliki 80 peti penuh dengan kitab-kitab ilmu yang telah dibacanya. Namun ia tidak beroleh manfaat dari ilmunya itu.<br /><br />Allah SWT pun Menurunkan wahyu kepada NabiNya untuk menyampaikan kepada lelaki itu :<br />“Meskipun engkau mengumpulkan ilmu yang banyak, niscaya ilmu itu tidak akan memberi manfaat bagimu, kecuali jika engkau mengerjakan tiga perkara, yaitu :<br /><br />PerTaMa<br />Jangan engkau mencintai dunia, karena dunia bukan tempat orang-orang beriman menerima pahalaNya.<br /><br />KeDuA<br />Jangan engkau berteman dengan setan, karena setan bukan teman orang-orang yang beriman.<br /><br />KeTiGa<br />Jangan mengganggu seseorang, karena mengganggu orang lain bukanlah pekerjaan orang-orang yang beriman<br /><br /><br />DASAR<br />Rasulullah saw. sendiri amat memberikan perhatian khusus terhadap keberadaan ilmu nafi', hingga dalam salah satu doanya beliau berkata: “Allahumma inni a’udhubika min ilmin la yanfa’u,” HR. Muslim, Tumudzi dan Nasai)<br /><br />Artinya: “Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari ilmu yang tak bermanfaat.” (HR. Muslim, Tumudzi dan Nasai)<br /><br />HAKIKAT ILMU<br />Secara umum, ilmu nafi' adalah ilmu yang mengantarkan pemiliknya pada rasa takut kepada Allah, tawadlu' atau rendah diri, pengharapan kebaikan dan rasa kasih sayang pada sesama, pendorong atas hubungan baik dengan Allah, kepatuhan kepada-Nya, pencarian akan sesuatu yang halal, pemeliharaan anggota badan dari perbuatan maksiat, penunaian amanah, pelawan keinginan hawa nafsu dan menjaganya dari niat kotor. Secara terperinci, ilmu pengetahuan semacam ini mencakup pengetahuan tentang Allah dan sifat-sifat-Nya serta pengetahuan tentang tata cara dan etika penghambaan kepada-Nya.[3] <br /><br />JENIS ILMU<br />Ilmu Ini Ada Tiga Macam:<br /><br />[1]. Ilmu tentang Allah, Nama-Nama, dan sifat-sifat-Nya serta hal-hal yang berkaitan dengannya. Contohnya adalah sebagaimana Allah menurunkan surat al-Ikhlaash, ayat Kursi, dan sebagainya.<br /><br />[2]. Ilmu mengenai berita dari Allah tentang hal-hal yang telah terjadi dan akan terjadi di masa datang serta yang sedang terjadi. Contohnya adalah Allah menurunkan ayat-ayat tentang kisah, janji, ancaman, sifat Surga, sifat Neraka, dan sebagainya.<br /><br />[3]. Ilmu mengenai perintah Allah yang berkaitan dengan hati dan perbuatan-perbuatan anggota tubuh, seperti beriman kepada Allah, ilmu pengetahuan tentang hati dan kondisinya, serta perkataan dan perbuatan anggota badan. Dan hal ini masuk di dalamnya ilmu tentang dasar-dasar keimanan dan tentang kaidah-kaidah Islam dan masuk di dalamnya ilmu yang membahas tentang perkataan dan perbuatan-perbuatan yang jelas, seperti ilmu-ilmu fiqih yang membahas tentang hukum amal perbuatan. Dan hal itu merupakan bagian dari ilmu agama. [4]<br /><br />Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H) rahimahullaah juga berkata, “Telah berkata Yahya bin ‘Ammar (wafat th. 422 H), ‘Ilmu itu ada lima: <br /><br />(1). Ilmu yang merupakan kehidupan bagi agama, yaitu ilmu tauhid<br /><br />(2). Ilmu yang merupakan santapan agama, yaitu ilmu tentang mempelajari makna-makna Al-Qur-an dan hadits<br /><br />(3). Ilmu yang merupakan obat agama, yaitu ilmu fatwa. Apabila suatu musibah (malapetaka) datang kepada seorang hamba, ia membutuhkan orang yang mampu menyembuhkannya dari musibah itu, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu<br /><br />(4). Ilmu yang merupakan penyakit agama, yaitu ilmu kalam dan bid’ah, dan<br /><br />(5). Ilmu yang merupakan kebinasaan bagi agama, yaitu ilmu sihir dan yang sepertinya.’”<br /><br />ILMU YANG TIDAK MANFAAT<br />ilmu tak bermanfaat dalam empat kategori. <br />Pertama, ilmu pengetahuan yang haram dipelajari, seperti ilmu sihir, ilmu perbintangan dan lain sebagainya. <br />Kedua, ilmu pengetahuan yang tidak dibarengi amal nyata. <br />Ketiga, ilmu pengetahuan yang tidak cukup mampu untuk membersihkan hati dengan etika mulia. Dan yang <br />keempat adalah ilmu pengetahuan yang tidak dibutuhkan dalam agama.[4] <br /><br />ILMU TERCELA<br />Imam Al-Ghazali memberikan analisis, bahwa pada dasarnya hakikat ilmu itu sendiri bukanlah sesuatu yang tercela. Hanya saja, jika ilmu ini telah berada di benak hamba, akan menjadi tercela karena tiga faktor. <br />Pertama, keberadaan ilmu tersebut akan mendatangkan marabahaya bagi pemiliknya, atau bagi orang lain. Seperti ilmu sihir dan ilmu ramal. <br />Kedua, keberadaan ilmu tersebut biasanya akan menimbulkan dampak negatif, seperti ilmu nujum (perbintangan). Karena sebagian dari ilmu ini justru dipergunakan untuk perhitungan penentuan masuknya waktu sholat, arah kiblat, petunjuk memulai masa tanam, dan manfaat positif lainnya. Hanya saja, karena di samping manfaat-manfaat di atas, ilmu perbintangan juga dipergunakan untuk menebak dan meramal nasib seseorang di masa yang akan datang, maka hal tersebut akan menimbulkan ketidakpercayaan akan qadla' dan qadar Allah, sehingga menjadikan seseorang keluar dari keimanan.<br /><br />Ketiga, menekuni secara mendalam ilmu pengetahuan yang menyebabkan pelakunya tidak akan mendapatkan faidah ilmu yang seharusnya. Hal ini jika terjadi skala prioritas yang salah, dengan mendahulukan mempelajari ilmu pengetahuan secara mendalam, sebelum menguasai dasar-dasarnya, atau mempelajari ilmu pengetahuan yang berskala kewajiban kolektif (fardlu kifayah) sebelum menuntaskan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan berskala kewajiban individual (fardlu 'ain). Atau mempelajari ilmu pengetahuan yang tidak selayaknya dipelajari, karena hal tersebut berada di luar jangkauan kemampuan hamba, seperti menelusuri hakikat ketuhanan, sebagaimana yang dilakukan kalangan filosof Yunani, atau menelusuri pengetahuan yang selayaknya hanya bisa diketahui melalui intuisi wahyu.[5] <br /><br />TANDA-TANDA ILMU BERMANFAAT<br />Ilmu yang bermanfaat akan nampak pada seseorang dengan tanda-tandanya, yaitu: <br />1. Beramal dengannya. <br />2. Benci disanjung, dipuji dan takabbur atas orang lain. <br />3. Semakin bertawadhu' ketika ilmunya semakin banyak. <br />4. Menghindar dari cinta kepemimpinan, ketenaran dan dunia. <br />5. Menghindar untuk mengaku berilmu. <br />6. Bersu'udzan (buruk sangka) kepada dirinya dan husnudzan (baik sangka) kepada orang lain dalam rangka menghindari celaan kepada orang lain. <br /><br />TANDA-TANDA ILMU TIDAK BERMANFAAT<br />Sebaliknya ilmu yang tidak bermanfaat juga akan nampak tanda-tandanya pada orang yang menyandangnya yaitu: <br />1. Tumbuhnya sifat sombong, sangat berambisi dalam dunia dan berlomba-lomba padanya, sombong terhadap ulama, mendebat orang-orang bodoh, dan memalingkan perhatian manusia kepadanya. <br />2. Mengaku sebagai wali Allah Subhanahu wa Ta'ala, atau merasa suci diri. <br />3. Tidak mau menerima yang hak dan tunduk kepada kebenaran, dan sombong kepada orang yang mengucapkan kebenaran jika derajatnya di bawahnya dalam pandangan manusia, serta tetap dalam kebatilan. <br />4. Menganggap yang lainnya bodoh dan mencatat mereka dalam rangka menaikkan dirinya di atas mereka. Bahkan terkadang menilai ulama terdahulu dengan kebodohan, lalai, atau lupa sehingga hal itu menjadikan ia mencintai kelebihan yang dimilikinya dan berburuk sangka kepada ulama yang terdahulu. <br /><br />CIRI ORANG YANG ILMUNYA BERMANFAAT<br />Ilmu yang bermanfaat dapat diketahui dengan melihat kepada pemilik ilmu tersebut. Di antara tanda-tandanya adalah:<br /><br />[1]. Orang yang bermanfaat ilmunya tidak peduli terhadap keadaan dan kedudukan dirinya serta hati mereka membenci pujian dari manusia, tidak menganggap dirinya suci, dan tidak sombong terhadap orang lain dengan ilmu yang dimilikinya.<br /><br />Imam al-Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H) rahimahullaah mengatakan, “Orang yang faqih hanyalah orang yang zuhud terhadap dunia, sangat mengharapkan kehidupan akhirat, mengetahui agamanya, dan rajin dalam beribadah.” Dalam riwayat lain beliau berkata, “Ia tidak iri terhadap orang yang berada di atasnya, tidak sombong terhadap orang yang berada di bawahnya, dan tidak mengambil imbalan dari ilmu yang telah Allah Ta’ala ajarkan kepadanya.” [1]<br /><br />[2]. Pemilik ilmu yang bermanfaat, apabila ilmunya bertambah, bertambah pula sikap tawadhu’, rasa takut, kehinaan, dan ketundukannya di hadapan Allah Ta’ala.<br /><br />[3]. Ilmu yang bermanfaat mengajak pemiliknya lari dari dunia. Yang paling besar adalah kedudukan, ketenaran, dan pujian. Menjauhi hal itu dan bersungguh-sungguh dalam menjauhkannya, maka hal itu adalah tanda ilmu yang bermanfaat.<br /><br />[4]. Pemilik ilmu ini tidak mengaku-ngaku memiliki ilmu dan tidak berbangga dengannya terhadap seorang pun. Ia tidak menisbatkan kebodohan kepada seorang pun, kecuali seseorang yang jelas-jelas menyalahi Sunnah dan Ahlus Sunnah. Ia marah kepadanya karena Allah Ta’ala semata, bukan karena pribadinya, tidak pula bermaksud meninggikan kedudukan dirinya sendiri di atas seorang pun. [2]Hadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-80966696765166799472010-07-14T13:40:00.000-07:002010-07-14T13:42:00.775-07:00MENGAPA HATI KITA KERAS MEMBATU?MENGAPA HATI KITA KERAS MEMBATU?<br />Hadi Prayitno<br /><br />Hati adalah sumber penalaran, tempat pertimbangan, tumbuhnya cinta dan benci, keimanan dan kekufuran, taubat dan keras kepala, ketenangan dan kegoncangan.<br /><br />Hati juga sumber kebahagiaan, jika kita mampu membersihkannya, namun sebaliknya merupakan sumber bencana jika menodainya. Aktivitas badan sangat tergantung lurus bengkoknya hati. Abu Hurairah Radhiallaahu anhu berkata, "Hati adalah raja, sedangkan anggota badan adalah tentara. Jika raja itu bagus, maka akan bagus pula tentaranya. Jika raja itu buruk, maka akan buruk pula tentaranya."<br /><br />Tanda-Tanda Kerasnya Hati<br /><br />Hati yang keras memiliki tanda-tanda yang bisa dikenali, di antara yang terpenting sebagai berikut :<br /><br />1.Malas Melakukan Kataatan dan Amal Kebaikan<br />Terutama malas untuk menjalankan ibadah, bahkan mungkin meremehkan nya, melakukan shalat asal-asalan tanpa ada kekhusyukan dan kesungguhan, merasa berat dan enggan, merasa berat pula menjalankan ibadah-ibadah sunnah. Allah telah menyifati kaum munafiqin. Firman-Nya, artinya,<br />"Dan mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan." (At-Taubah : 54)<br /><br /> <br />Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan Karena mereka kafir kepada Allah dan RasulNya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan. (Q.S. At Taubah ayat 54)<br /><br />2. Tidak Tersentuh Oleh Ayat Al-Qur'an dan Petuah<br />Ketika disampaikan ayat-ayat yang berkenaan dengan janji dan ancaman Allah, maka tidak terpengaruh sama sekali, tidak mau khusyu' atau tunduk, dan juga lalai dari membaca al-Qur'an serta mendengarkannya, bahkan enggan dan berpaling darinya. Sedang kan Allah Subhannahu wa Ta'ala telah memperingatkan, artinya,<br />"Maka beri peringatanlah dengan al-Qur'an orang yang takut kepada ancaman-Ku." (Qaaf : 45)<br /> <br />45. Kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka katakan, dan kamu sekali- kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka. Maka beri peringatanlah dengan Al Quran orang yang takut dengan ancaman-Ku.<br /><br />3. Tidak Tersentuh dengan Ayat Kauniyah <br />Tidak tergerak dengan adanya peristiwa-peristiwa yang dapat memberikan pelajaran, seperti kematian, sakit, bencana dan semisalnya. Dia memandang kematian atau orang yang sedang diusung ke kubur sebagai sesuatu yang tidak ada apa-apanya, padahal cukuplah kematian itu sebagai nasihat.<br />"Dan tidakkah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran?" (At-Taubah :126)<br /><br /> • <br />126. Dan tidaklah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji[667] sekali atau dua kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran?<br /><br />[667] yang dimaksud dengan ujian disini ialah: musibah-musibah yang menimpa mereka seperti terbukanya rahasia tipu daya mereka, pengkhianatan mereka dan sifat mereka menyalahi janji.<br /><br />4. Berlebihan Mencintai Dunia dan Melupakan Akhirat<br />Himmah dan segala keinginannya tertumpu untuk urusan dunia semata. Segala sesuatu ditimbang dari sisi dunia dan materi. Cinta, benci dan hubungan dengan sesama manusia hanya untuk urusan dunia saja. Ujungnya, jadilah dia seorang yang dengki, egois dan individualis, bakhil dan tamak terhadap dunia.<br /><br />5. Kurang Mengagungkan Allah.<br />Sehingga hilang rasa cemburu dalam hati, kekuatan iman melemah, tidak marah ketika larangan Allah diterjang, serta tidak mengingkari kemungkaran. Tidak mengenal yang ma'ruf serta tidak peduli terhadap segala kemaksiatan dan dosa.<br /><br />6. Kegersangan Hati<br />Kesempitan dada, mengalami kegoncangan, tidak pernah merasakan ketenangan dan kedamaian sama sekali. Hatinya gersang terus-menerus dan selalu gundah terhadap segala sesuatu.<br /><br />7. Kemaksiatan Berantai<br />Termasuk fenomena kerasnya hati adalah lahirnya kemaksiatan baru akibat dari kemaksiatan yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga menjadi sebuah lingkaran setan yang sangat sulit bagi seseorang untuk melepaskan diri. <br /><br />Sebab-Sebab Kerasnya Hati<br /><br />Di antara faktor kerasnya hati, yang penting untuk kita ketahui yakni: <br /><br />1. Ketergantungan Hati kepada Dunia serta Melupakan Akhirat<br />Kalau hati sudah keterlaluan mencintai dunia melebihi akhirat, maka hati tergantung terhadapnya, sehingga lambat laun keimanan menjadi lemah dan akhirnya merasa berat untuk menjalankan ibadah. Kesenangannya hanya kepada urusan dunia belaka, akhirat terabaikan dan bahkan ter-lupakan. Hatinya lalai mengingat maut, maka jadilah dia orang yang panjang angan-angan. <br />Seorang salaf berkata, "Tidak ada seorang hamba, kecuali dia mempunyai dua mata di wajahnya untuk memandang seluruh urusan dunia, dan mempunyai dua mata di hati untuk melihat seluruh perkara akhirat. Jika Allah menghendaki kebaikan seorang hamba, maka Dia membuka kedua mata hatinya dan jika Dia menghendaki selain itu (keburukan), maka dia biarkan si hamba sedemikian rupa (tidak mampu melihat dengan mata hati), lalu dia membaca ayat, "Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur'an ataukah hati mereka terkunci." (Muhammad : 24)<br /><br /> <br />24. Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?<br /><br /><br /><br />2. Lalai<br />Lalai merupakan penyakit yang berbahaya apabila telah menjalar di dalam hati dan bersarang di dalam jiwa. Karena akan berakibat anggota badan saling mendukung untuk menutup pintu hidayah, sehingga hati akhirnya menjadi terkunci. Allah berfirman, "Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itu lah orang-orang yang lalai" (QS An Nahl:108)<br /><br /> <br />108. Mereka Itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya Telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka Itulah orang-orang yang lalai.<br /><br />Allah Subhannahu wa Ta'ala memberitahukan, bahwa orang yang lalai adalah mereka yang memiliki hati keras membatu, tidak mau lembut dan lunak, tidak mempan dengan berbagai nasehat. Dia bagai batu atau bahkan lebih keras lagi, karena mereka punya mata, namun tak mampu melihat kebenaran dan hakikat setiap perkara. Tidak mampu membedakan antara yang bermanfaat dan membahayakan. Mereka juga memiliki telinga, namun hanya digunakan untuk mendengarkan berbagai bentuk kebatilan, kedustaan dan kesia-siaan. Tidak pernah digunakan untuk mendengarkan al-haq dari Kitabullah dan Sunnah Rasul Shalallaahu alaihi wasalam (Periksa QS. Al A'raf 179)<br /><br /> • <br />179. Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.<br /><br />3. Kawan yang Buruk<br />Ini juga merupakan salah satu sebab terbesar yang mempengaruhi kerasnya hati seseorang. Orang yang hidupnya di tengah gelombang kemaksiatan dan kemungkaran, bergaul dengan manusia yang banyak berku-bang dalam dosa, banyak bergurau dan tertawa tanpa batas, banyak mendengar musik dan menghabiskan hari-harinya untuk film, maka sangat memungkinkan akan terpengaruh oleh kondisi tersebut. <br /><br />4. Terbiasa dengan Kemaksiatan dan Kemungkaran<br />Dosa merupakan penghalang seseorang untuk sampai kepada Allah. Ia merupakan pembegal perjalanan menuju kepada-Nya serta membalikkan arah perjalanan yang lurus.<br />Kemaksiatan meskipun kecil, terkadang memicu terjadinya bentuk kemaksiatan lain yang lebih besar dari yang pertama, sehingga semakin hari semakin bertumpuk tanpa terasa. Dianggapnya hal itu biasa-biasa saja, padahal satu persatu kemaksiatan tersebut masuk ke dalam hati, sehingga menjadi sebuah ketergantungan yang amat berat untuk dilepaskan. Maka melemahlah kebesaran dan keagungan Allah di dalam hati, dan melemah pula jalannya hati menuju Allah dan kampung akhirat, sehingga menjadi terhalang dan bahkan terhenti tak mampu lagi bergerak menuju Allah. <br /><br />5. Melupakan Maut, Sakarat, Kubur dan Kedahsyatannya.<br />Termasuk seluruh perkara akhirat baik berupa adzab, nikmat, timbangan amal, mahsyar, shirath, Surga dan Neraka, semua telah hilang dari ingatan dan hatinya.<br /><br />6. Melakukan Perusak Hati<br />Yang merusak hati sebagaimana dikatakan Imam Ibnul Qayyim ada lima perkara, yaitu banyak bergaul dengan sembarang orang, panjang angan-angan, bergantung kepada selain Allah, berlebihan makan dan berlebihan tidur. <br /><br />Solusi<br /><br />Hati yang lembut dan lunak merupakan nikmat Allah yang sangat besar, karena dia mampu menerima dan menyerap segala yang datang dari Allah. Allah mengancam orang yang berhati keras melalui firman-Nya,<br />"Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang membatu hatinya untuk mengingat Allah.Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (Az-Zumar: 22)<br /><br /> <br />22. Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka Kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang Telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata.<br /><br /><br />Di antara hal-hal yang dapat membantu menghilangkan kerasnya hati dan menjadikannya lunak, lembut dan terbuka untuk menerima kebenaran dari Allah yakni:<br /><br />1. Ma'rifat (mengenal) Allah<br />Siapa yang kenal Allah, maka hatinya pasti akan lunak dan lembut, dan siapa yang jahil terhadap-Nya, maka akan keras hatinya. Semakin bodoh seseorang terhadap Allah, maka akan semakin berani melanggar batasan-Nya. Dan semakin seseorang berfikir tentang Allah, maka semakin sadar akan kebesaran Allah, keluasan nikmat serta kekuasaan Nya. <br /><br />2. Mengingat Maut<br />Pertanyaan kubur, kegelapannya, sempit dan sepinya, juga penderitaan menjelang sakaratul maut termasuk ke dalam mengingat maut. Memperhatikan pula orang-orang yang telah mendekati kematian dan menghadiri jenazah. Hal itu dapat membangunkan ketertiduran hati kita, dan mengingatkan dari keterlenaan. Sa'id bin Jubair berkata, "Seandainya mengingat mati lepas dari hatiku, maka aku takut kalau akan merusak hatiku." <br /><br />3. Berziarah Kubur dan Memikirkan Penghuninya.<br />Bagaimana mereka yang telah ditimbun tanah, bagaimana mereka dulu makan, minum dan berpakaian dan kini telah hancur di dalam kubur, mereka tinggalkan segala yang dimiliki, harta, kekuasaan maupun keluarga, lalu ingat dan berfikir, bahwa sebentar lagi dia juga akan mengalami hal yang sama. <br /><br />4. Memperhatikan Ayat-ayat Al- Qur'an.<br />Memikirkan ancaman dan janjinya, perintah dan larangannya. Karena dengan memikirkan kandungannya, maka hati akan tunduk, iman akan bergerak mendorong untuk berjalan menuju Rabbnya, hati menjadi lunak dan takut kepada Allah. <br /><br /><br />5. Mengingat Akhirat dan Kiamat<br />Huru-hara dan kedahsyatannya, Surga dengan kenimatannya, neraka dengan penderitaannya yang disediakan bagi para pelaku dosa dan kemaksiatan. <br /><br />6. Memperbanyak Dzikir dan Istighfar<br />Dzikir dapat melunakan hati yang keras. Karena itu selayaknya seorang hamba mengobati hatinya dengan berdzikir kepada Allah, sebab ketika kelalaian bertambah, maka kekerasan hati makin memuncak pula. <br /><br />7. Mendatangi Orang Shalih dan Bergaul dengen Mereka.<br />Orang shaleh akan memberikan semangat ketika kita lemah, mengingatkan ketika lupa, dan memberikan jalan ketika kita bingung dan pertemuan dengan mereka akan membantu kita dalam melakukan ketaatan kepada Allah <br /><br />8. Berjuang, Introspeksi dan Melihat Kekurangan Diri.<br />Manusia, jika tidak mau berjuang, introspeksi dan melihat kekurangan diri, maka dia tidak tahu, bahwa dirinya sakit dan banyak kekurangan. Jika dia tidak merasa sakit atau punya kekurangan, maka bagaimana mungkin dia akan memperbaiki diri atau berobat? <br /><br />Wallahu a'lam, semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala melunakkan hati kita semua untuk menerima dan menjalankan kebenaran, amin ya Rabbal 'alamin.<br />Sumber : Kutaib "Limadza Taqsu Qulubuna" Al-Qism al-Ilmi Darul Wathan.<br /><br />Sumber: http://ceramahkultum.blogspot.com/2009/05/mengapa-hati-keras-membatu.htmlHadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-91153101059606997202010-07-14T13:39:00.000-07:002010-07-14T13:40:54.229-07:00KEUTAMAAN TAKWAKEUTAMAAN TAKWA<br />Hadi Prayitno<br /><br />Hakikat MUSLIM, MUKMIN, MUTAQIN<br /><br /><br />IMAN ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa. tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh iman itu.<br /><br />TAKWA yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-perintah-Nya; dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya; tidak cukup diartikan dengan takut saja.<br /><br />Ciri-ciri orang Beriman:<br /><br />QS. Al Baqarah ayat 1 – 4<br /> <br />1. Alif laam miin[10].<br />2. Kitab[11] (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa[12],<br />3. (yaitu) mereka yang beriman[13] kepada yang ghaib[14], yang mendirikan shalat[15], dan menafkahkan sebahagian rezki[16] yang kami anugerahkan kepada mereka.<br />4. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang Telah diturunkan sebelummu[17], serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat[18].<br /><br /><br />AN NAHL: 31-32<br />• • <br />31. (yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa,<br />32. (yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik[822] oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun'alaikum[823], masuklah kamu ke dalam syurga itu disebabkan apa yang Telah kamu kerjakan".<br /><br />[822] Maksudnya: wafat dalam keadaan Suci dari kekafiran dan kemaksiatan atau dapat juga berarti mereka mati dalam keadaan senang Karena ada berita gembira dari malaikat bahwa mereka akan masuk syurga.<br />[823] artinya selamat sejahtera bagimu.<br /><br /><br /><br />AL ANBIYAA: 48-49<br /> <br />48. Dan Sesungguhnya Telah kami berikan kepada Musa dan Harun Kitab Taurat dan penerangan serta pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa.<br />49. (yaitu) orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedang mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat.<br /><br />Q.S. AZ ZUMAR: 33<br /> <br />33. Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.<br /><br /><br />Q.S. ADZARIYAT: 15-19<br />• • • <br />15. Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan mata air-mata air,<br />16. Sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan.<br />17. Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.<br />18. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.<br />19. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian[1417].<br /><br />[1417] Orang miskin yang tidak mendapat bagian maksudnya ialah orang miskin yang tidak meminta-minta.<br /><br />BALASAN ORANG BERTAKWA<br /><br />Q.S. AL HUJURAT: 13<br /> •• • • <br />13. Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.<br /><br /><br /><br />Q.S. AL A’RAF: 96<br /> • • <br />96. Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.<br /><br />AT THALAQ : 2-5<br />2. Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar.<br />3. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.<br />4. Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.<br />5. Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu, dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.Hadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-62803359963250021852010-07-14T13:37:00.000-07:002010-07-14T13:39:20.246-07:00IMAN DAN CINTAIMAN DAN CINTA<br />Hadi Prayitno<br /><br />HR MUSLIM<br />“Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya kamu tidak akan masuk surga sebelum kamu beriman dan kamu tidak akan beriman sebelum kamu saling menyayangi dan mencintai satu sama lain.”<br /><br />Ciri orang beriman : (QS Al Baqarah : 165, QS At Taubah : 24, dan QS Al Maidah : 54)<br />Cinta kepada Allah <br /> •• • • <br />165. Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu[106] mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).<br /><br />Cinta kepada Rasul<br /> <br />24. Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.<br /><br />Cinta jihad di jalan Allah<br /> • <br />54. Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.<br /><br />Mencintai Alam (QS Al A’la : 2-3; QS Qomar : 49; QS Al Isra’ : 44; QS Al Qashas : 71-73; QS Ar Rahman : 5; QS Al Hijr : 21; QS Yaasin : 40; dan QS Ali Imran : 190-191).<br />Mencintai Hidup <br />QS Al Isra: 197<br />“Hidup bagi mukmin untuk bercocok tanam amal kebaikan guna perbekalan di hari akherat. Buah Takwa yang dibawanya adalah sebaik-baik perbekalan.<br />QS. Ashr : 1-3<br />“Demi Masa. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih dan saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.”<br />HR Ahmad dan Tirmidzi<br />“Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik amalnya.”<br />HR Muslim<br />“Tidak sepatutnya seorang di antara kamu mengharapkan kematian dan tidak pula mendoakan agar kematian itu dating sebelum waktunya karena bila seseorang telah mati putuslah amalnya. Dan bagi orang mukmin tiada bertambah umurnya selain untuk kebaikan.”<br />Mencintai Mati Dilandasi kerinduan bertemu dengan Allah SWT<br />HR Bukhari dan Muslim<br />“Barangsiapa yang cinta berjumpa dengan Allah, niscaya Allah pun cinta untuk menjumpainya.”<br />Khalid bin Walid<br />“Kami pasukan Islam, adalah manusia yang mencintai kematian (syahid) sebagaimana kalian wahai orang-orang kafir mencintai kehidupan dunia kalian.”<br />Sayyid Quthub<br />“Keberanian sikap kesatria tidak akan mempercepat ajal bila ajal telah dating. Sikap pengecut, rasa takut tidak akan memperlambat ajal bila ajal telah dating.”<br />Imam Syafi’i<br />“Kalau saya hidup, saya tidak pernah kehilangan makanan. Kalaupun saya mati, saya tidak pernah kehilangan kuburan. Cita-citaku adalah cita-cita seorang pemimpin. Dan jiwaku adalah jiwa yang merdeka, yang melihat kerendahan sebagai kekufuran.”<br />Mencintai Manusia <br />QS An Nisaa’ : 1<br />Perintah untuk menjaga hubungan silaturahim karena Allah menjada & mengawasi kita.<br />QS Ar Rum : 21<br />Allah menciptakan kasih sayang<br />QS Al Hasyr : 9-10<br /><br />Al Hadits<br />“Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”Hadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-38575759879198795582010-07-14T13:32:00.000-07:002010-07-14T13:34:16.601-07:00KEUTAMAAN RAMADHANKEUTAMAAN RAMADHAN<br />Hadi Prayitno<br /><br />HR SALMAN R.A. Khutbah Rasul pada akhir bulan Sya’ban<br />Bulan Ramadan = bulan yang agung lagi penuh berkah:<br />1.Terdapat ”Malam Lailatul Qodar”<br />a.Al Qur’an diturunkan pada 17 Ramadhan.<br />b.Nabi Ibrahim menerima Shuhufnya hari pertama atau ketiga Ramadhan.<br />c.Nabi Daud menerima shuhufnya pada hari ke-12 atau ke-18 ramadan.<br />d.Nabi Musa menerima shuhufnya pada hari ke-6 bulan ramadan.<br />e.Nabi Isa menerima shuhufnya pada hari ke-12 atau ke-13 ramadan.<br />2.Puasa fardhu dan bangun malam sunah<br />3.Mengerjakan sunah maka pahalanya seperti amalan fardhu.<br />4.Mengerjakan amalan fardhu dilipatgandakan 70 kali<br />5.Bulan kesabaran, pahala sabar adalah syurga.<br />6.Bulan kasih sayang dan rezeki seorang mukmin ditambahkan.<br />7.Memberi buka pada orang yang berrpuasa diampuni dosa-dosa dan mendapatkan pahala orang yang berpuasa.<br />8.Bulan yang 1/3 = rahmah, 1/3 = ampunan, dan 1/3 = pembebasan api neraka.<br />9.Jika meringankan beban para hamba sahanya akan diampuni dosa dan dibebaskan dari siksa api neraka.<br />10.Memperbanyak ”EMPAT HAL” = 2 hal menyenangkan Tuhan 2 hal kita berhajar padanya, yaitu :<br />a.Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah<br />b.Memohon ampun kepada Allah SWT.<br />c.Memohon syurga<br />d.Memohon dibebaskan dari sika api neraka.<br />11.Memberi minum orang yang berpuasa maka Allah akan memberi minum seteguk dari telaga Allah (Syurga) sehingga kita tidak haus sampai masuk syurga.<br /><br />Pesan (tausiah) :<br />1.Sholat shubuh sebagai rasa syukur karena telah sahur.<br />2.Sholat Maghrib terganggu dengan berbuka puasa<br />3.Sholat Isya’ kekenyangan karena berbuka puasa.<br />4.Sholat Dzuhur ketiduran<br />5.Sholat Ashar terbengkelai karena mempersiapkan berbuka puasa.<br /><br />”HIMPUNAN FADHILAH AMAL” karya Maulana Muhammad Zakariyya Al Kahndahlawi Rah.a penerjemah : Ustadz A. Abdurrahman Ahmad penerbit Ash Shaff, tahun 2000, Yogyakarta hal. 683-693.Hadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-80762028184409591992010-07-14T13:31:00.000-07:002010-07-14T13:32:15.040-07:00IDUL FITRI DAN HALAL BI HALALIDUL FITRI DAN HALAL BIHALAL<br /><br />Idul Fitri memiliki arti kembali kepada kesucian, atau kembali ke asal kejadian. Idul Fitri diambil dari bahasa Arab, yaitu fithrah, berarti suci. Kelahiran seorang manusia, dalam kaca Islam, tidak dibebani dosa apapun. Kelahiran seorang anak, masih dalam pandangan Islam, diibaratkan secarik kertas putih. Kelak, orang tuanya lah yang akan mengarahkan kertas putih itu membentuk dirinya. Dan dalam kenyataannya, perjalanan hidup manusia senantiasa tidak bisa luput dari dosa. Karena itu, perlu upaya mengembalikan kembali pada kondisi sebagaimana asalnya. Itulah makna Idul Fitri.<br />Idul Fitri memiliki arti kembali kepada kesucian, atau kembali ke asal kejadian. Idul Fitri diambil dari bahasa Arab, yaitu fithrah, berarti suci. Kelahiran seorang manusia, dalam kaca Islam, tidak dibebani dosa apapun. Kelahiran seorang anak, masih dalam pandangan Islam, diibaratkan secarik kertas putih. Kelak, orang tuanya lah yang akan mengarahkan kertas putih itu membentuk dirinya.<br />Dan dalam kenyataannya, perjalanan hidup manusia senantiasa tidak bisa luput dari dosa. Karena itu, perlu upaya mengembalikan kembali pada kondisi sebagaimana asalnya. Itulah makna Idul Fitri. Dosa yang paling sering dilakukan manusia adalah kesalahan terhadap sesamanya. Seorang manusia dapat memiliki rasa permusuhan, pertikaian, dan saling menyakiti. Idul Fitri merupakan momen penting untuk saling memaafkan, baik secara individu maupun kelompok.<br />Budaya saling memaafkan ini lebih populer disebut halal-bihalal. Fenomena ini adalah fenomena yang terjadi di Tanah Air, dan telah menjadi tradisi di negara-negara rumpun Melayu. Ini adalah refleksi ajaran Islam yang menekankan sikap persaudaraan, persatuan, dan saling memberi kasih sayang.<br />Dalam pengertian yang lebih luas, halal-bihalal adalah acara maaf-memaafkan pada hari Lebaran. Keberadaan Lebaran adalah suatu pesta kemenangan umat Islam yang selama bulan Ramadhan telah berhasil melawan berbagai nafsu hewani. Dalam konteks sempit, pesta kemenangan Lebaran ini diperuntukkan bagi umat Islam yang telah berpuasa, dan mereka yang dengan dilandasi iman.<br />Menurut Dr. Quraish Shihab, halal-bihalal merupakan kata majemuk dari dua kata bahasa Arab “halalâ” yang diapit dengan satu kata penghubung ‘ba’ (dibaca: bi) (Shihab, 1992: 317). Meskipun kata ini berasal dari bahasa Arab, sejauh yang saya ketahui, masyarakat Arab sendiri tidak akan memahami arti halal-bihalal yang merupakan hasil kreativitas bangsa Melayu. Halal-bihalal, tidak lain, adalah hasil pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat Asia Tenggara. Halal-bihalal merupakan tradisi khas dan unik bangsa ini.<br />Kata ‘halal’ memiliki dua makna. Pertama, memiliki arti 'diperkenankan'. Dalam pengertian pertama ini, kata ‘halal’ adalah lawan dari kata ‘haram’. Kedua, berarti ‘baik’. Dalam pengertian kedua, kata ‘halal’ terkait dengan status kelayakan sebuah makanan. Dalam pengertian terakhir selalu dikaitkan dengan kata thayyib (baik). Akan tetapi, tidak semua yang halal selalu berarti baik. Ambil contoh, misalnya talak (Arab: Thalaq; arti: cerai), seperti ditegaskan Rasulullah SAW: Talak adalah halal, namun sangat dibenci (berarti tidak baik). Jadi, dalam hal ini, ukuran halal yang patut dijadikan pedoman, selain makna ‘diperkenankan’, adalah yang baik dan yang menyenangkan. Sebagai sebuah tradisi khas masyarakat Melayu, apakah halal-bihalal memiliki landasan teologis? Dalam Al Qur’an, (Ali 'Imron: 134-135) diperintahkan, bagi seorang Muslim yang bertakwa bila melakukan kesalahan, paling tidak harus menyadari perbuatannya lalu memohon ampun atas kesalahannya dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi, mampu menahan amarah dan memaafkan dan berbuat kebajikan terhadap orang lain.<br />Dari ayat ini, selain berisi ajakan untuk saling maaf-memaafkan, halal-bihalal juga dapat diartikan sebagai hubungan antar manusia untuk saling berinteraksi melalui aktivitas yang tidak dilarang serta mengandung sesuatu yang baik dan menyenangkan. Atau bisa dikatakan, bahwa setiap orang dituntut untuk tidak melakukan sesuatu apa pun kecuali yang baik dan menyenangkan. Lebih luas lagi, berhalal-bihalal, semestinya tidak semata-mata dengan memaafkan yang biasanya hanya melalui lisan atau kartu ucapan selamat, tetapi harus diikuti perbuatan yang baik dan menyenangkan bagi orang lain.<br />Dan perintah untuk saling memaafkan dan berbuat baik kepada orang lain seharusnya tidak semata-mata dilakukan saat Lebaran. Akan tetapi, harus berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Halal-bihalal yang merupakan tradisi khas rumpun bangsa tersebut merefleksikan bahwa Islam di negara-negara tersebut sejak awal adalah agama toleran, yang mengedepankan pendekatan hidup rukun dengan semua agama. Perbedaan agama bukanlah tanda untuk saling memusuhi dan mencurigai, tetapi hanyalah sebagai sarana untuk saling berlomba-lomba dalam kebajikan.<br />Ini sesuai dengan Firman Allah, “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam) berbuat kebaikan". (Q.S. 2:148). Titik tekan ayat di atas adalah pada berbuat kebaikan dan perilaku berorientasi nilai. Perilaku semacam ini akan mentransformasi dunia menjadi sebuah surga. Firman Allah (SWT), “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang yang meminta-minta ; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat ; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila dia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, benar (imannya) ; dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa". (Q.S. 2:177)<br />Berangkat dari makna halal-bihalal seperti tersebut di atas, pesan universal Islam untuk selalu berbuat baik, memaafkan orang lain dan saling berbagi kasih sayang hendaknya tetap menjadi warna masyarakat Muslim Indonesia dan di negara-negara rumpun Melayu lainnya. Akhirnya, Islam di wilayah ini adalah Islam rahmatan lil ‘alamiin.(Rizqon Khamami)<br /><br />SELAMAT IDUL FITRI, MOHON MAAF LAHIR BATIN..<br /><br />Ya ALLAH.......<br />Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni`mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri. (Al Ahqaf : 15)<br />Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mu'min pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)". (Ibrahim : 41)<br />Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan dosa ayah dan ibuku serta kasihanilah mereka sebagaimana kasih mereka padaku sewaktu aku masih kecil.<br />Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Al Furqan : 74)<br />Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku, (Thaaha : 25-29)<br />Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma`aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".<br />Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. (al Baqarah : 201)<br />Ya Tuhan kami, perkenankanlah doa-doa kami, karena sesungguhnya Engkau Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Terimalah taubat kami, sesungguhNya Engkau Maha Menerima taubat dan Maha Penyayang. Kesejahteraan dan keselamatan semoga dilimpahkan kepada junjungan pemimpin para Nabi dan Rasul Muhammad saw, atas keluarganya serta para sahabat semuanya.<br />Maha Suci Tuhanmu, Tuhan yang bersih dari sifat-sifat kekurangan. Dan semoga keselamatan dicurahkan kepada para Rasul dan segala puji bagi Allah seru sekalian alam.<br />(h.r. Nawawi)<br /><br />Sumber: http://aindra.blogspot.com/2007/10/idul-fitri-dan-halal-bihalal.htmlHadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-41681763618148901332010-07-14T13:29:00.000-07:002010-07-14T13:30:01.867-07:00AKHIRI RAMADHAN DENGAN AMAL SALIHArtikel Khutbah Jum'at :<br />AKHIRI RAMADHAN DENGAN AMAL SHALIH<br />Rabu, 10 September 08<br /><br />إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ <br /><br />اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. <br /><br />يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ <br /><br />يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا <br /><br />يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ... <br /><br />فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.<br /><br />Jama’ah sekalian yang dimuliakan Allah Ta’ala. <br /><br />Marilah kita bertakwa kepada Allah Ta’ala dengan takwa yang sebenarnya. Ketahuilah! Pergantian siang dan malam menandakan umur seseorang semakin bertambah, namun pada waktu yang sama, semakin mendekatkannya dengan ajal. Sungguh! Waktu adalah modal penting bagi setiap orang. Maka, hendaklah kita memanfaatkannya dengan baik dan efesien. Ambillah pelajaran dari perjalanan waktu. Karena waktu adalah nafas seseorang yang terus mendekatkan dirinya dari akhir kehidupannya di dunia. <br />Ikhawani Fiddin yang dimuliakan oleh Allah Ta’ala <br /><br />Sesungguhnya bulan suci Ramadhan yang dirindukan kedatangannya, sudah sekian lama kita tunggu-tunggu, kini akan segera meninggalkan kita. Menjauh dari keseharian kita. Hendaklah kita melakukan introspeksi diri, apa yang telah ktia lakukan di bulan yang penuh berkah ini? Sudah ikhlaskah kita dalam beribadah pada bulan yang suci ini dengan maksimal? <br />Marilah kita tanya diri kita, apakah kita telah membawa pahala atau kita meninggalkan bulan Ramadhan dengan tangan hampa tanpa pahala? Atau bahkan sebaliknya kita tinggalkan bulan ini dengan berlumuran dosa? Wal iyadzu billah. <br />Barangsiapa yang telah banyak melakukan kebaikan, maka hendaklah dia memuji Allah Ta’ala. Dan berharap agar Allah Ta’ala berkenan menerima amal ibadah yang dia lakukan dan hendaklah dia istiqamah sampai ajal tiba. Sedangkan orang yang lalai, yang telah membiarkan Ramadhan lewat begitu saja tanpa kesungguhan dalam beribadah di dalamnya, maka hendaklah dia bertaubat kepada Allah Ta’ala dengan taubat yang sungguh-sungguh. <br />Bersegerah untuk bertaubat sebelum semuanya terlambat! Tutuplah lembaran-lembaran bulan Ramadhan ini dengan kebaikan dan amal shalih. Karena, amalan itu tergantung dengan amalah penutupnya. Perbanyaklah bekal menuju akhirat dengan takwa kepada Allah Ta’ala. Akhirilah bulan yang mulia ini dengan amalan-amalan shalih. Janganlah lalai, janganlah abaikan diri-diri kalian! Janganlah kalian lupakan hari akhirat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, <br /><br />الكيس من دان نفسه وعمل لما بعد الموت والعاجز من أتبع نفسه هواها وتمنى على الله <br />“Orang yang cerdas adalah insan yang mengekang nafsunya dan beramal untuk (bekal) setelah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan banyak berangan-angan.” (At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, didha’ifkan oleh al-Albani) <br />Jama’ah shalat Jum’at yang dimuliakan oleh Allah Ta’ala. <br /><br />Meski Ramadhan akan segera berlalu, bukan berarti kesempatan beramal sudah habis. Di akhir Ramadhan, masih ada beberapa ibadah yang disyariatkan sebagai penutup amalan seorang hamba yang mulia ini. Di antara syari’at itu adalah: <br />Pertama: Istighfar. hendaklah kita memperbanyak istighfar kepada Allah Ta’ala. Istighfar menjadi penutup bagi segala amal kebaikan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam jika selesai melaksanakan shalat fardhu, beliau beristighfar dalam keadaan menghadap kiblat. Beliau beristighfar tiga kali. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga beristighfar setiap selesai melakukan shalat malam. Allah Ta’ala berfirman menceritakan sifat-sifat kaum mukminin: <br /><br />وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالأَسْحَارِ <br />“Dan yang memohon ampun di waktu sahur.” (Qs Ali Imran 3/17) <br />Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengakhiri hayatnya dengan istighfar. Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya: <br /><br />إِذَا جَاء نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ{1} وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجاً{2} فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّاباً{3} <br />“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya.Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (Qs an-Nashr/110:1-3) <br />Hikmah mengakhiri amal dan menutup usia dengan istighfar yaitu berperan untuk menutupi kekurangan serta kesalahan dalam amalan sepanjang usia. Karena manusia tidak akan lepas dari kekurangan dan kesalahan. <br />Hikmah lainnya, agar seorang muslim tidak tertipu atau silau dengan amal ibadah yang telah dilakukannya. Hendaklah seorang muslim senantiasa menganggap dirinya kurang maksimal dalam menunaikan hak-hak Allah Ta’ala. sekalipun telah banyak amalan yang dia perbuat. Oleh sebab itu, disyariatkan beristighfar, memohon ampunan Allah Ta’ala atas kekurangan ini. <br />Saudaraku sesama muslim, jika yang melakukan amal shalih saja sisyariatkan untuk beristighfar, lalu bagaimana dengan orang yang senantiasa melakukan perbuatan dosa dan maksiat, namun dia enggan beristighfar?! <br />Jama’ah Shalat Jum’at yang dimuliakan oleh Allah Ta’ala <br /><br />Diantara amal shalih yang bisa dijadikan sebagai penutup bulan yang penuh barakah ini yaitu zakat fithri. Zakat fitrah merupakan syiar Islam dan kewajiban yang agung. Allah Ta’ala mewajibkannya atas seluruh kaum muslimin, baik laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar, merdeka maupun budak. Zakat ini sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin, agar mereka ikut serta merasakan kebahagiaan di hari raya Idul Fitri. Zakat ini diambilkan dari makanan pokok daerah setempat. Allah Ta’ala berfirman: <br /><br />مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ <br />“Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu.” (Qs al-Maidah/5: 89) <br />Inilah jenis makanan yang bisa dijadikan sebagai zakat fithrah. Namun jika ada yang menunaikan zakat fithrahnya dengan makanan yang lebih bagus kuwalitasnya daripada yang biasa dia konsumsi, maka itu lebih utama. Sebaliknya, belum dikatakan menunaikan zakat, jika dia menggunakan makanan yang jelek. Allah Ta’ala berfirman: <br /><br />وَلاَ تَيَمَّمُواْ الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِآخِذِيهِ إِلاَّ أَن تُغْمِضُواْ فِيهِ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ <br />“Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Qs al-Baqarah/ 2:267) <br />Jama’ah shalat Jum’at yang dimuliakan oleh Allah Ta’ala <br /><br />Atas dasar itu, hendaklah kita memperhatikan amalan ini. Hendaklah kita menunaikannya sesuai dengan petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam . janganlah kita menunaikan dengan wujud uang, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat tidak pernah menunaikannya dengan uang, padahal uang pada saat itu sudah ada. Tunaikanlah perintah ini sebagaimana mestinya agar menjadi amalan yang diterima dan bermanfaat bagi si pelaku. Dan semoga Allah Ta’ala menjadikan kita termasuk orang-orang yang diterima amalannya. <br />Ikhwani, rahimanillah wa iyyakum jami’an. <br /><br />Amalan lain yang disyariatkan oleh Allah Ta’ala di penghujung bulan ini bertakbir, mengagungkan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman: <br /><br />وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ <br />“Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Qs al-Baqarah/ 2:185) <br />Takbir disyariatkan apabila telah terlihat hilal bulan syawal sampai pelaksanaan shalat ied. Takbir ini dilakukan di masjid-masjid, rumah-rumah dan jalan-jalan sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, guna menyebarkan syiar Islam dan mengagungkan Allah Ta’ala atas segala karunia dan nikmat-Nya. <br />Itulah beberapa amalan yang Allah Ta’ala syariatkan di akhir bulan yang mulia ini. <br />Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita termasuk orang-orang yang bergegas melakukan amal kebaikan yang Allah Ta’ala syari’atkan kepada kita. <br />أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ<br />Khutbah yang kedua <br />إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَلِيُّ الصَّالِحِينَ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا خَاتَمُ الأَنْْْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِينَ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ., أَمَّابعد,<br /><br />Jama’ah Jum’ah yang dimuliakan oleh Allah Ta’ala <br /><br />Wahai sekalian kaum muslimin! Wahai orang-orang yang sudah terbiasa melaksanakan amal ibadah pada bulan Ramadhan yang mulia ini, hendaklah kalian selalu berusaha menjaga amalan kalian. Jagalah amalan kalian sepanjang hidup kalian! Karena Allah Ta’ala senantiasa mengawasi kalian dalam segala waktu. Meski Ramadhan telah usai, namun kesempatan dan amalan seorang muslim tidak akan berakhir sampai meninggal. Allah Ta’ala berfirman: <br /><br />وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ <br />“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (Qs al-Hijr/15: 99) <br />Wahai orang-orang yang terbiasa mendatangi masjid, duduk beribadah di sana. Lanjutkanlah amalan mulia ini. Karena masjid-masjid itu merupakan rumah-rumah Allah Ta’ala yang dibangun untuk para hamba yang hendak menunaikan ibadah. <br />Wahai orang yang terbiasa membaca al-Qur`an, teruslah membacanya. Karena kalian senantiasa membutuhkannya. Al-Qur`an adalah cahaya buat kalian, jalan menuju surga Allah Ta’ala. al-Qur`an adalah tali penghubung yang kuat dengan Allah. <br />Wahai orang-orang yang terbiasa melaksanakan shalat malam, yang terbiasa bersedekah, lanjutkanlah amalan shalil kalian dan teruslah beristighfar, memohon ampunan kepada Allah Ta’ala. <br />Terakhir, semoga Allah menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang istiqamah di atas ketentuan-ketentuan syariat ini dan semoga Allah Ta’ala menjadikan kita termasuk orang-orang yang senantiasa bergegas melaksanakan amalan shalih. <br />اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. <br />اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ. <br />رَبَّنا لا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَْيتَنا ، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمة ، إِنّكَ أنتَ الوَّهابُ <br />رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ <br />َاللَّهُمَّ يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ وَالأَبْصَارِ ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ. <br />رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. والحمد لله رب العالمين.<br /><br />SUMBER:: MAJALAH AS-SUNNAH, EDISI KHUSUS (06-07) TH.XII RAMADHAN-SYAWWAL 1429H SEPTEMBER-OKTOBER 2008M.Hadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-17873962583471086062010-07-14T13:26:00.000-07:002010-07-14T13:28:22.770-07:00HIKMAH ISRA' DAN MI'RAJHIKMAH ISRA’ MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW<br />Hadi Prayitno<br /><br /> <br />“Maha Suci Allah, yang Telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang Telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya dia adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (terjemahan Q.S. Al Israa ayat 1)<br /><br />Pengertian<br />ISRA’ : Perjalan dari Masjidil Haram sampai Masjidil Aqsa.<br />MI’RAJ: Perjalanan dari Masjidil Aqsa sampai Shidrotul Muntaha.<br /><br />Latar Belakang<br />Terjadi pada TAHUN KESEDIAHN, karena Rasul kehilangan dua orang yang menjadi PILAR PERJUANGAN, orang yang dicintai, dikasihi, dan sangat dihargai (melebihi rasa saying pada diri sendiri) MENINGGAL DUNIA. Yaitu: Paman Beliau Abu Thalib dan Siti Khadijah.<br />“Wa laa taeasuu min rahmatillah” (Jangan sekali-kali berputus asa dari Rahmat Allah), karena “Allahu Waliyyulladziina aamanu.” (Sungguh Allah itu adalah wali-nya mereka yang betul-betul beriman.)<br /><br />Hikmah Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW.<br /><br />1.Perlunya penyucian hati. Hal ini tercemin dari kisah bahwa sebelum dibawa oleh Jibril, beliau dibaringkan lalu dibelah dadanya, kemudian dibersihkan dengan air zam-zam. Apakah hati Rasul kotor? Pernahkah Rasulullah berbuat dosa? Apakah Rasulullah punya penyakit dendam, iri hati, atau berbagai penyakit hati lainnya? Tidak sungguh mati tidak. <br /><br />Q.S. AL AHZAB AYAT 21 Nabi Tauladan yang baik<br /> <br /><br />21.Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. AL AHZAB: 21)<br /><br /><br />Beliau hamba yang “MA’SUM” (terjaga dari berbuat dosa. “Laqad kaana lakum fi Rasulillahi uswatun hasanah.” <br />Relevansinya kita adalah mengalami perjalanan suci dari Allah dan kembali kepada-Nya. Dalam perjalanan hati seseorang akan muncul gesekan-gesakan yang akan menodai hati, yang akhirnya menjadi hitam pekat.<br />“Hati manusia awalnya putih bersih. Ia ibarat kertas putih dengan tiada noda sedikitpun. Namun, karena manusia, setiap kali melakukan dosa-dosa setiap kali pula terjatuh noda hitam pada hati, yang pada akhirnya menjadikannya hitam pekat.<br /><br />2.Kesadaran akan kebesaran dan kekuasaan Allah Yang Maha Tinggi, yang tidak mungkin ditandingi oleh manusia. Padahal manusia adalah makhluk yang paling tinggi derajatnya. Pengetahuan manusia bagaikan sebutir pasir di padang yang tandus.<br /><br />3.Kesadaran tentang terbatasnya kemampuan manusia bila dibandingkan dengan kebesaran Allah. (Bukti fenomena Pesawat Concorde dan Pesawat ulang alik Challenger). Jadi, manusia tidak boleh sombong, takabur, dan arogan.<br /><br />4.Agar umat Islam lebih meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Dengan cara berpegang teguh pada kaidah dan aqidah Islam. Hikmah perjalan dari masjid (Masjidil Haram) dan kembali ke masjid. Bukan di sekolah, kantor, maupun mal.<br /><br />QS. ALI IMRON: 102<br /> • • <br />Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.<br /><br /><br />5.Tumbuhnya izah atau harga diri sebagai muslim dan meningkatkan rasa percaya diri (self confidence).<br /><br />6.Agar umat Islam selalu meningkatkan amal dan ibadah masing-masing (ber-fastabiqul khairat). Hal ini dapat dilakukan dengan cara: “MENJAGA LIMA HAL”, yaitu:<br />a. Jagalah masa hidupmu sebelum datang masa matimu. Ingatlah bahwa semua yang bernyawa pasti akan mati.<br /> QS. ALI IMRON: 185<br /> <br /> “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” <br /><br />b.Jagalah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu. Ingatlah dalam perjalan hidup kadang sehat kadang sakit.<br />c.Jagalah masa mudamu sebelum dating masa tuamu. Ingatlah mati tidak menunggu tua dan jika sudah saatnya tidak bias dimajukan maupun diundur.<br />d.Jaga masa sempatmu sebelum datang masa sempitmu. Ingatlah bahwa kesempatan tidak datang dua kali. (Demi Massa).<br />e.Jagalah masa kayamu sebelum datang masa miskinmu. Ingatlah bahwa kaya dan miskin semua adalah ujian Allah. <br /><br />7.Kita perlu menyadari pentingnya SHOLAT sebagai pencerminan penyerahan diri secara total dari hamba Allah. Ingatlah: “Sholat dapat dapat menghindarkan kita dari berbuat keji dan munkar” Q.S. Al Ankabuut: 45). Selain itu, “Sholat adalah tiang agama.”<br /><br /> <br />Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (terjemahan Q.S. Al Ankabuut ayat 45.)<br /><br />8.Kita semua harus selalu siap menghadapi fitnah, cercaan, hujatan dari orang-orang yang ada di sekitar kita. Hal ini merupakan pencerminan dari kisah, ketika Rasul selesai Isra’ dan Mi’raj dianggap sebagai “Orang Gila.”.<br /><br />HR SALMAN R.A. Khutbah Rasul pada akhir bulan Sya’ban<br />Bulan Ramadan = bulan yang agung lagi penuh berkah:<br />1.Terdapat ”Malam Lailatul Qodar”<br />a.Al Qur’an diturunkan pada 17 Ramadhan.<br />b.Nabi Ibrahim menerima Shuhufnya hari pertama atau ketiga Ramadhan.<br />c.Nabi Daud menerima shuhufnya pada hari ke-12 atau ke-18 ramadan.<br />d.Nabi Musa menerima shuhufnya pada hari ke-6 bulan ramadan.<br />e.Nabi Isa menerima shuhufnya pada hari ke-12 atau ke-13 ramadan.<br />2.Puasa fardhu dan bangun malam sunah<br />3.Mengerjakan sunah maka pahalanya seperti amalan fardhu.<br />4.Mengerjakan amalan fardhu dilipatgandakan 70 kali<br />5.Bulan kesabaran, pahala sabar adalah syurga.<br />6.Bulan kasih sayang dan rezeki seorang mukmin ditambahkan.<br />7.Memberi buka pada orang yang berrpuasa diampuni dosa-dosa dan mendapatkan pahala orang yang berpuasa.<br />8.Bulan yang 1/3 = rahmah, 1/3 = ampunan, dan 1/3 = pembebasan api neraka.<br />9.Jika meringankan beban para hamba sahanya akan diampuni dosa dan dibebaskan dari siksa api neraka.<br />10.Memperbanyak ”EMPAT HAL” = 2 hal menyenangkan Tuhan 2 hal kita berhajat padanya, yaitu :<br />a.Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah<br />b.Memohon ampun kepada Allah SWT.<br />c.Memohon syurga<br />d.Memohon dibebaskan dari sika api neraka.<br />11.Memberi minum orang yang berpuasa maka Allah akan memberi minum seteguk dari telaga Allah (Syurga) sehingga kita tidak haus sampai masuk syurga.Hadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-5351245540174780432010-07-14T13:23:00.000-07:002010-07-14T13:24:43.329-07:00HIKMAH NUZULUL QUR'ANHIKMAH NUZULUL QUR’AN<br />Hadi Prayitno<br /><br />Dalil Q.S. Al Alaq: 1-5<br /><br /> <br />1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,<br />2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.<br />3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,<br />4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],<br />5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.<br /><br />[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.<br /><br />Dalil Q.S. Al Qodr: 1-5<br /> • <br />1. Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan[1593].<br />2. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?<br />3. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.<br />4. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.<br />5. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.<br /><br />[1593] Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, Karena pada malam itu permulaan Turunnya Al Quran.<br /><br />Tujuan diturunkannya Al Qur’an<br />Di dalam Al-Qur’an itu terdapat petunjuk, bukti dan penjelasan atas petunjuk itu serta pemisahan antara kebenaran dan kebatilan…(Al-Baqoroh:185)<br /> •• <br />(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). <br /><br /><br />PERBEDAAN PENDAPAT NUZULUL QUR’AN<br />Pertama: Pendapat yang mengatakan bahwa Nuzulul Qur’an itu ada pada bulan Rabiul Awwal, awal Rabiul Awwal, ada yang mengatakan tanggal 8 Rabiul Awwal dan ada pula yang mengatakan tanggal 18 Rabiul Awwal (yang terakhir ini diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiallaahu anhu).<br />Kedua: Pendapat yang mengatakan bahwa Nuzulul Qur’an itu pada bulan Rajab, Ada yang mengatakan tanggal 17 dan ada yang mengatakan tanggal 27 Rajab (hal ini diriwayatkan dari Abu Hurairah ra.).<br />Ketiga: Pendapat yang mengatakan bahwa Nuzulul Qur’an itu pada bulan Ramadhan. ada yang mengatakan tanggal 7 (hari Senin), ada yang mengatakan tanggal 14 (hari Senin), ada yang mengatakan tanggal 17 (hari Kamis), ada yang mengatakan tanggal 21 (hari Senin) dan ada yang mengatakan tanggal 24 (hari Kamis).<br />Sehingga semua perkataan dan pendapat yang sempat ditulis oleh ulama adalah murni hasil ijtihad dan pendapat para sahabat belaka. Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari menuliskan, bahwa terdapat kurang lebih 40 pendapat ulama seputar kapan Nuzulul Qur’an tersebut.<br /><br />Dalam sebuah riwayat, pernah dinyatakan bahwa baginda ralulallah saw<br />hendak menyampaikan berita gembira tentang kapan kah tepatnya malam<br />Nuzulul Qur’an atau Lailatul Qadr tersebut. Namun ketika beliau hendak<br />menyampaikan berita tadi, tiba-tiba terdapat dua orang sahabat yang tengah<br />bertengkar sengit di dalam masjid Nabi, maka melihat kejadian tersebut<br />maka rasulullah enggan menyampaikan kabar berita tersebut, atau tepatnya<br />keinginan untuk menyampaikan itu tiba-tiba sirna ketika melihat kejadian<br />tersebut.<br /><br />Namun demikian, sesungguhnya dengan tidak jadinya rasulullah mengabarkan<br />berita di atas, terdapat hikmah yang laur biasa bagi ummat seluruhnya;<br />yaitu, agar kita senantiasa bersungguh-sungguh mencari kapan tepatnya<br />malam tersebut tiba. Dengan tidak adanya kabar yang pasti tentang malam<br />Nuzulul Qur’an ini, seharusnya membuat kita tidak bermalas-malas dalam<br />mencari anugerah malam tersebut. Justru dikhawatirkan jika kita telah<br />mengetahui pasti waktu malam Nuzulul Qur’an tersebut, malah kita hanya<br />mengandalkan hari itu untuk beribadah kepada Allah, sementara pada<br />waktu-waktu lainnya kita tinggalkan tanpa nilai ibadah sedikitpun.<br />Lalu bagaimana sejarahnya, kenapa kita dan khususnya masyarakat muslim<br />Indonesia memperingati Nuzulul Qur’an ini pada tanggal 17 ramadhan seperti<br />saat sekarang.? Ternyata jika kita membaca sejarah bangsa kita, peringatan<br />Nuzulul Qur’an yang jatuh pada tanggal 17 ramadhan ini tidak lepas dari<br />gagasan H. Agus Salim dan persetujuan Bung Karno (Presiden RI pertama).<br />Seperti yang kita maklum bahwa bangsa kita mendeklarasikan kemerdekaannya<br />pada tanggal 17 Agustus 1945, Maka sebagai rasa syukur yang tiada<br />terhingga atas nikmat kemerdekaan ini pula, maka perayaan Nuzulul Qur’an<br />disamakan tanggalnya yaitu sama-sama mengambil angka 17 bulan ramadhan.<br />Seakan-akan para fouding fathers kita hendak mengatakan bahwa, mensyukuri<br />nikmat kemerdekaan, tidak kalah dengan mensyukuri nikmat turunnya<br />al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman ummat Islam. Maka mulai saat itu<br />-di zaman Bung Karno- sampai sekarang peringatan nuzulul Qur’an senantiasa<br />diperingati di Istana Negara pada tanggal 17 ramadhan dan kerap diikuti<br />oleh sebagian besar ummat muslim di Indonesia. Untuk lebih detailnya<br />silakan dilihat sebuah buku “Bung Karno dan Wacana Islam” (Kenangan 100<br />Tahun Bung Karno)<br />Sesuai dengan tuntunan para sahabat memperingati peristiwa turunnya Al-Qur’an pertama kali tidaklah penting, sebab di samping hal itu tidak dicontohkan oleh Rasulullah, para sahabatnya dan para tabi’in, Al-Qur’an diturunkan tidaklah untuk diperingati tetapi untuk memperingatkan kita. (Q.S. Al A’raf: 1-2)<br /><br />Q.S. Al A’raf: 1-2<br /> <br />1. Alif laam mim shaad[527].<br />2. Ini adalah sebuah Kitab yang diturunkan kepadamu, Maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan Kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman.<br />Saudara-saudara sekalian yang dimuliakan oleh Allah swt.<br /><br />Sebetulnya jika kita telusuri keterangan yang berasal dari Hadits nabi Muhammad, bulan suci ramadhan ini tidak hanya dikhususkan bagi turunnya al-Qur’an saja. Namun juga bagi kitab-kitab ummat yang terdahulu, seperti, Injil, Taurat, Zabur dan Shuhuf Ibrahim, seluruhnya Allah turunkan di bulan suci ramadlan ini. Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad RA:<br /><br />“ Shuhuf Ibrahim diturunkan pada awal bulan ramadhan, kemudian Taurat pada tujuh bulan ramadlan, lalu Injil pada 13 ramadlan, sedangkan al-Qur’an pada 25 ramadlan.”<br /><br />Sekalipun seluruh kitab-kita samawi itu sama-sama diturunkan pada bulan suci ramadhan, namun terdapat beberapa kelebihan al-Qur’an di banding kitab-kitab yang lainnya. Paling tidak kelebihan tersebut dapat dilihat dalam beberapa hal:<br /><br />1. Bahwa seluruh kitab-kitab samawi Allah turunkan secara sekaligus, sedangkan al-Qur’an Allah turunkan secara berangsur-angsur.<br />2. Seruan atau petunjuk yang terdapat dalam kitab-kitab samawi terbatas pada ummat saat kitab tersebut diturunkan, sedangkan al-Qur’an petunjuk dan seruannya tidak terbatas pada saat al-Qur’an itu diturunkan, namun mencakup seluruh manusia sampai dengan hari kiamat, bahkan termasuk juga bangsa Jin.<br />3. Seluruh kitab-kitab samawi tersebut mengalami pemalsuan, distorsi, bahkan hilang sama sekali dari muka dunia, sampai-sampai sekarang kitatidak dapat melihat wujud aslinya, sedangkan al-Qur’an terjaga dari segala bentuk pemalsuan dan penyelewengan seperti di atas. Q.S. Al Hijr: 9<br /> • <br />9. Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya[793].<br />4. Kelebihan “surat” al-Quran atas “surat-surat” kitab terdahulu. Para ulama tafsir berkata: "Al Quran lebih unggul dari kitab-kitab samawi lainnya sekalipun semuanya turun dari Allah, dengan beberapa hal, diantaranya: jumlah suratnya lebih banyak dari yang ada pada semua kitab-kitab yang lain.<br /><br /><br />MEMAKNAI NUZULUL QUR’AN<br />Maka dari itu, terdapat beberapa syarat agar kita dapat menemukan hidayah yang dimaksud oleh Allah swt dalam kandungan yang terdapat dalam al-Qur’an.<br /><br />Yang pertama: Kita harus terlebih dahulu membaca al-Quran tersebut secara seksama, hal ini sebagaimana pesan wahyu pertama dalam surat al-Alaq, yang berbunyi (Iqra’) atau bacalah.!<br /><br />Yang kedua: Kita harus memahami isi dan kandungan yang terdapat dalam surat dan ayat yang kita baca tadi. Hal ini disebabkan membaca saja tidak cukup untuk mengetahui rahasia kandungan dan maksud yang Allah maksud dalam al-Qur’an tersebut.<br /><br />Yang ketiga: Setelah kita memahami isi dan kandungan al-Qur’an barulah kita mengajarkan kepada orang lain, agar orang lain pun dapat membaca dan memahami al-Quran secara baik. Sebagaimana hadits nabi yang diriwatkan oleh Usman bin Affan ra. dari Nabi saw. ia bersabda; "Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Alquran dan mengajarkannya kepada orang lain".(Bukhari). <br /><br />Yang keempat: Mengamalkan ajaran dan kandungan yang terdapat dalam al-Qur’an. Pada tahap pengamalan inilah yang sangat berat, sebab pengetahuan yang didapat akan tidak berguna jika tidak dibarengi dengan pengamalan dalam prilaku dan perangai kita setiap harinya.<br /><br />Semoga dengan momentum Nuzulul Qur’an ini, kita dapat tergugah untuk meningkatkan kadar membaca kita, tentunya bacaan yang tidak melupakan aspek spiritualitas yang terkandaung dalam kalamt “bismirabbika” tadi. Dengannya kita dapat lebih mendekatkan diri kepada hidayah Allah swt. Sebab apa gunanya ilmu pengetahuan yang kita miliki, jika ia hanya akan menjauhkan diri kita dari keridlaan Allah swt. Wallahu’alam.<br /><br />Dari segi lain, penurunan Al-Qur’an di bulan Ramadlan mengandung arti bahwa bulan ini adalah Bulan Nubuwah dan Risalah. Sebab Nuzulul Qur’anlah yang menjadi pertanda dimulainya misi kenabian dan kerasulan Muhamad saw. Selayaknya dalam Nubuwah ini kita mengevaluasi ulang komitmen keumatan kita dan andil kita dalam melanjutkan misi-misi kenabian Muhamad saw. Sementara makna Lailatul Qodar dalam konteks ini tidak sekedar malam penurunan Al-Qur’an, tetapi juga malam ‘pelantikan’ Muhamad saw sebagai Nabi dan Rasul. Pada malam inilah kita menghabiskan waktu di mesjid dengan I’tikaf untuk mengevaluasi diri dan memperbaharui komitmen terhadap Al-Qur’an dan komitmen keumatan itu. <br />Maka tidak ada pilihan bagi kecuali membaca, mengkaji dan menerapkan Al-Qur’an di bulan Ramadlan ini sebagai dzikir terbaik untuk meraih kedekatan dengan Allah dan kembali kepada fitrah.Hadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-74854406618466932342010-07-14T13:21:00.000-07:002010-07-14T13:22:42.140-07:00HIKMAH IBADAH QURBAN<br />oleh Hadi Prayitno<br /><br />Pengertian<br /><br />Kata qurban berasal dari qaruba yaqrubu qurban wa qurbanan yang berarti mendekat atau pendekatan. Menurut istilah qurban berarti melakukan ibadah penyembelihan binatang dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah Qurban telah dituntunkan sejak nabi Adam as [QS Al Maidah 5: 27]. Sedang Ibadah Qurban yang dilakukan umat Islam saat ini itba’ kepada sunnah nabi Ibrahim as. Dalam QS Al Kautsar 108: 2 Allah swt berfirman: ”Fashalli lirabbika wanhar” (Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu dan berqurbanlah). Sedang Rasulullah saw melarang orang yang mampu berqurban tetapi tidak berkorban untuk mendekati mushallanya.” [HR Ahmad] Namun demikian Allah mengingatkan bahwa darah dan daging qurban tidak akan sampai kepada-Nya, yang sampai adalah ketakwaan [QS Al Haj 22: 37].<br /><br />Sejarah Qurban<br /><br />Al-Qur'an menegaskan hakikat Qurban, melalui kisah Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Isma'il tercinta dalam surat Al-Shafat, ayat : 102-109. Kisahnya begini; Nabi Ibrahim berkata kapada Nabi Ismail : "Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu?" Nabi Ismail menjawab seketika dengan tenang dan penuh keyakinan : "Wahai ayahku, laksanakanlah apa yang diperintahkan (oleh Allah) kepadamu, kau akan mendapatkanku - insya Allah - termasuk orang-orang yang sabar". Allah kemudian bercerita : "Tatkala keduanya telah berserah diri (tunduk pada perintah Allah) dan Ibrahim membaringkan anaknya (pelipsnya menimpel di atas tempat penyembelihan), Kami segera memanggil (dari arah gunung) : wahai Ibrahim, Sudah kau benarkan (dan kau laksanakan) apa yang kau lihat dalam mimpimu itu, sesungguhnya demikinlah Kami memeberi balasan (kepadamu) dan juga kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh (perintah penyembelihan ini) adalah benar-benar ujian (bagi Ibrahim, di mana dengannya terlihat dengan jelas siapa yang ikhlash dan siapa yang tidak). Dan kami segera menebus anak (yang akan disembelih itu) dengan seekor sembelihan yang besar. Pun Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. Salam sejahtera (dari Kami) buat Ibrahim, dan sebutan yang baik baginya (dari setiap manusia)".<br /><br />Apa yang biasa kita buktikan melalui kisah di atas bahwa berqurban merupakan salah satu proses pendekatan kepada Allah SWT?<br />Jawabannya :<br />a. Kepribadian Nabi Ibrahim, yang demikian total menunjukkan ketaatannya kepada Allah. Tidak terlihat dalam sikapanya sebuah keraguan, atau keberatan. Begitu menerima perintah dari Allah untuk menyembelih anak kesayangannya, Ismail, - anak yang ditunggu-tunggu kelahirannya sekian lama sampai ia mencapai usia tua - Nabi Ibrahim langsung mendatangi Ismail dan menympaikan perintah tersebut. Padahal secara psikologis Nabi Ibrahim sungguh sangat membutuhkan seorang keuturunan. Bayangkan, di tengah pengembaraan yang jauh, di sebuah lembah padang sahara yang kering, tanpa pohonan dan tanaman, Nabi Ibrahim hidup. Ditambah lagi usianya yang memang sudah sangat mebutuhkan seorang anak muda untuk menopang ketidakmampuannya. Tapi lihatlah, totalitas penyerahan diri Nabi Ibrahim kepada Sang Pemilik Bumi dan langit.<br />b. Kepribadian Nabi Ismail, yang benar-benar memhami keaguangan perintah Allah. Artinya bahwa perintah itu harus segera dilaksanakan. Tidak usah ditawar-tawar dan ditunda-tunda lagi. Seketika ia berserah diri dengan penuh kesabaran. Sungguh ungkapan Nabi Ismail dengan panggilan "yaa abati" mengekspresikan kecintaan nabi Ismail dan kedekatannya kepada sang ayah, pun juga kepasrahan totalnya terhadap perintah Allah, dimana dengan ungkapan itu tergambar dengan jelas bahwa ia tidak merasa kaget sama sekali. Melainkan langsung menerimanya dengan lapang dada dan penuh kepasrahan.<br />c. Sikap Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, yang tanpa banyak bicara dan diskusi dalam menerima "isyarat" yang terlihat dalam mimpinya "ru'ya", di mana kaduanya langsung bergerak menuju tempat penyembelihan. Nabi Ismail langsung berbaring, meletakkan pelipisnya ke bumi. Nabi Ibrahim langsung bergerak untuk menyembelihnya. Sungguh sebuah pemandangan yang sangat mengharukan. Dan dari peristiwa itu terlihat dengan jelas hakikat kepasrahan dan ketaatan yang hakiki dari kedua hamba tersebut, kepada Allah, Tuhannya. Allah seketika menyaksikan kesungguhan kedua hamba itu dalam mentaati perintah-Nya. Allah berfirman "qad saddaqta ru'ya", kau telah membenarkan "ru'ya" itu (wahai Ibrahim), dan kau telah melaksanakannya. Allah seketika pula menggantikan Nabi Ismail dengan seekor sembelihan yang besar. Sebab yang paling utama dari hakikat qurban ini, adalah sejauh mana tingkat kepasrahan sang hamba kepada Allah SWT, dan sejauh mana tingkat ketaatannya kepada-Nya, sejauh mana tingkat ketabahannya dalam menjalani ajaran yang telah Allah tetapkan. <br />Ketiga, bahwa hakikat "qurban" merupakan salah satu ujian dari Allah, yang dengannya setiap mu'min bisa mengukur hakikat keimanannya, hakikat ketaatannya kepada perintah Allah, hakikat kedekatannya kepada Allah. Sungguh Allah tidak menghendaki dari apa yang terjadi pada Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, agar kita menyakiti diri kita dan melukai tubuh kita, sebagai simbol pendakian rohani kepada Allah. Tidak, sekali-kali tidak. Melainkan yang Allah kehendaki adalah totalitas ketaatan kita kepada-Nya, dengan penuh keikhlasan, ketenangan, kerelaan dan keyakinan. Karenanya Allah segera menggantinya dengan seekor sembelihan.<br /><br />Keempat, bahwa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismali dengan sikapnya itu, Allah memberi predikat sebagai seoran "muhsin" (seorang yang berbuat baik), dan siapa saja yang mengikuti jejak nabi Ibrahim, dengan menghadiahkan seekor sembelihan qurban, atas dorongan ketaatan kepada Allah SAW, dan keikhlasannya yang paling dalam, ia akan termasuk kaum "muhsinin" itu.<br /><br />Dasar Hukum<br /> <br />1.Sesungguhnya kami Telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.<br />2.Maka Dirikanlah shalat Karena Tuhanmu; dan berkorbanlah[1605].<br />3.Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus[1606].<br /><br />Hikmah Qurban<br /><br />1.Tumbuh berkembangnya ketakwaan dalam diri orang yang berqurban inilah yang menjadi hikmah yang pertama dan yang paling utama dalam ibadah qurban, karena ketakwaan merupakan substansi pendekatan diri kepada Allah. <br />2.Tumbuhnya kepedulian sosial. Kepada kerabat, teman, sahabat, tetangga yang jauh dan yang dekat Islam menuntunkan untuk saling memberi hadiah. Sebagian daging korban diasisihkan sebagai hadiah, untuk mereka yang meminta dan yang tidak meminta. Kepedulian sosial ini pulalah yang akan menumbuhkan solidaritas sosial, yang digambarkan dalam sebuah hadist seperti satu bangunan bahkan dalam hadist lain seperti satu tubuh.<br />3.Tumbuhnya jiwa kedermawanan di dalam diri orang yang berkorban. Betapa tidak, 2/3 dari daging qurban dituntunkan untuk disedekahkan kepada fakir miskin dan diberikan kepada orang yang meminta. Hanya 1/3 yang boleh dimiliki oleh shahibul-qurban. Orang yang dermawan itu dekat kepada Allah, kepada manusia, kepada sorga, dan jauh dari neraka [HR Tirmidzi]. Betapa indahnya kehidupan masyarakat yang dihiasi oleh kedermawanan. Satu akan berusaha memberikan keuntungan kepada yang lain. Bersama dengan tumbuhnya jiwa kedermawanan ini, maka penyakit kikir akan terkikis habis.<br />4.Memperkokoh ukhuwah Islamiyah. Kedermawanan yang tumbuh subur dalam diri setiap insan muslim akan menjadi lem perekat hubungan persahabatan dan memperkuat ikatan persaudaraan sesama orang Islam. Masing-masing individu akan merasa aman dan nyaman hidup di tengah masyarakat yang diwarnai kedermawanan. Mereka merasa aman harta mereka dari tindak pencurian, karena berada di tengah-tengah masyarakat yang bertakwa, yang takut melanggar larangan Allah termasuk mencuri. Mereka merasa nyaman karena tidak terganggu oleh orang yang suka meminta-minta. Mereka lebih suka memberi daripada meminta.<br />5.Terbangunnya kekuatan umat. Ukhuwah Islamiyah yang terarah kepada kehidupan berjama’ah akan mendatangkan kekuatan. Al jama’atu rahmah wal-firqatu adzab. Kehidupan berjama’ah akan mengundang rahmat Allah dan kehidupan yang tercabik oleh firqah akan mendatangkan adzab. Dengan adanya kekuatan tersebut memungkinkan umat Islam untuk berkompetisi melawan umat lain dalam kebaikan dan keluar sebagai pemenang.Hadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-19334410207896524032010-07-14T13:19:00.000-07:002010-07-14T13:21:09.606-07:00CARA ISLAMI BERKEPRIBADIAN MENYENANGKANCARA ISLAMI BERKEBRIBADIAN MENYENANGKAN<br /><br />Untuk memiliki kepribadian yang menyenangkan bukanlah sesuatu yang sulit, yang pasti ada banyak cara untuk memperolehnya. Namun yang terpenting adalah adanya kemauan dalam diri kita untuk memiliki kepribadian yang menyenangkan. Sebab dengan memiliki kepribadian ini bukan hanya dapat mempengaruhi kesehatan jasmani dan ruhani orang yang memilikinya, akan tetapi ia juga akan mendapatkan orang lain merasa nyaman berada di sisinya. Maka dari itu, memiliki kepribadian yang menyenangkan bukan saja harus dimiliki oleh seorang dai yang setiap hari tugasnya adalah menyampaikan risalah dakwah kepada masyarakat, namun juga oleh siapapun, dan pada profesi apapun. Sebab hakekatnya manusia di manapun sama, ia akan tertarik kepada sesuatu yang ia lihat menyenangkan, dan akan lari dari sesuatu yang terlihat menjengkelkan. <br />Betapa senangnya hati kita, ketika kita mendapatkan banyak orang yang menghargai kita, menghormati kita, memperdulikan kita, namun bukan karena ada apa-apanya, tetapi semata-mata karena memang kita memiliki kepribadian yang menyenangkan. Sungguh sangat sengsara seseorang yang selalu mendapatkan pujian orang banyak, sanjungan, perhatian, penghargaan, dan lain-lain, hanya karena orang-orang tersebut takut akan ketidakstabilan emosinya yang kemungkinan bakal mengancam masa depan hidupnya. Percayalah bahwa semua hal yang ia dapatkan berupa sanjungan itu hanyalah semu belaka dan tidak akan bertahan lama. Hal ini karena pujian itu tidak keluar dari dalam hati yang paling dalam, karena ia muncul bersamaan dengan adanya kepribadian yang tidak menyenangkan. <br /> <br />Dalam kesempatan ini, akan saya sampaikan bagaimana cara islami memiliki kepribadian yang menyenangkan, semoga dapat merubah hidup kita menjadi lebih dicintai oleh manusia semata-mata karena mereka merasa nyaman berada di sisi kita. <br /> <br />1. Memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan orang lain.<br />Salah satu sifat seorang muslim yang berjiwa besar adalah, dalam dirinya selalu tersimpan rasa ingin selalu berkhidmat kepada orang lain dan bukan meminta dikhidmati oleh orang lain. Karena ia merasa yakin bahwa sebanyak itu ia memberikan perhatian kepada orang, sebanyak itu pula ia akan mendapatkan perhatian dari orang lain. Orang lain tak ubahnya sebagai refleksi dari pada diri kita sendiri. Pepatah melayu mengatakan, "jika buruk wajah jangan lalu cermin yang dipecah" tetapi perbaikilah bentuk dan raut wajah, niscaya cermin itu dengan sendirinya akan mengeluarkan pantulan yang indah. Nah, salah satu yang dapat memantulkan bayangan indah dari cermin orang lain itu adalah prilaku kita yang senantiasa ingin memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan orang lain. Tidak ada yang dapat membahagiakan hati kita, kecuali jika kita telah benar-benar membantu dan meringankan beban orang lain, tentu dengan satu keyakinan bahwa Allah Swt. akan senantiasa meridoi segala apa yang kita perbuat. Ada satu hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Abu Dawud, di mana Nabi Saw bersabda, "Barangsiapa yang diserahi amanat untuk mengurus kebutuhan umat, namun ia lalai atau tidak memperdulikan kebutuhan, kepentingan dan keterdesakan mereka, maka Allah swt. akan memperlakukannya sama dengan tidak akan memperdulikan kebutuhan, kepentingan dan keterdesakannya di akherat kelak". <br />2. Lemah lembut dan dapat mengontrol emosi<br />Dalam hidup ini, terkadang dalam hati kita sudah tertanam untuk tidak melakukan perbuatan buruk yang bakal merugikan orang lain, namun perbuatan buruk itu bisa jadi muncul dari orang lain. Ada saja perbuatan orang lain yang membuat kita merasa jengkel dan panas hati, boleh jadi perbuatan tersebut disengaja atau tanpa disadarinya. Seseorang yang memiliki kepribadian yang menyenangkan, ia tidak lantas main hantam dan menyalahkan secara kasar. Namun yang ia lakukan adalah memberikan masukan secara bijak dan penuh kearifan. Boleh jadi dengan kearifannya ini akan membekas di hati orang yang berbuat salah kepadanya, sehingga di hari kemudian orang tadi menjadi orang yang selalu merasa takut berbuat kesalahan sekecil apapun berkat nasehat dan masukan yang arif tersebut. <br /> <br />Sungguh besar pahala kita jika kita mampu merubah jalan hidup orang lain hanya semata-mata sikap lemah lembut dan kemampuan kita mengontrol emosi itu. Ketimbang, jika yang kita lakukan adalah memaki dan memarahinya seolah-oleh tidak ada kata maaf dan introspeksi dalam kamus diri kita. Rosulullah Saw. adalah tauladan yang paling baik, bagaimana beliau bersikap terhadap orang 'ndeso' yang pernah menjambak selendang beliau di tengah orang banyak secara kasar, sampai-sampai akibat jambakan tersebut leher Rosulullah merah memar. Lalu orang itu dengan keras berkata, “Wahai Muhammad beriakanlah sebagian harta yang kau miliki...” Para Sahabat yang ada di sekitar nabi ingin marah, tapi sikap rasulullah ketika itu malah memberikan senyumannya kepada orang itu, lalu dengan penuh kasih sayang beliau berikan seledang yang beliau punya kepada orang tadi. <br /> <br />3. Mampu memberikan reward dan empatik kepada orang lain<br />Salah satu ciri orang yang memiliki kepribadian yang menyenangkan adalah ia mudah memberikan reward atau penghargaan berupa pujian tulus kepada orang yang telah berbuat baik sekecil apapun. Kata-kata seperti, "oh, memang betul-betul hebat kamu yah, atau, "wah, coba kalau tidak ada kamu tadi, bisa lain urusannya", dan lain-lain yang menggambarkan bahwa kita benar-benar dapat menghargai karyacipta orang lain. Coba kita bandingkan dengan ungkapan berikut, "ah, kalau itu sih siapa juga bisa", atau "yah, lumayan lah nggak jelek-jelek banget sih" dan yang semisalnya. Betapa kata-kata ini menampakkan kita belum dapat menghargai apa yang dilakukan orang lain. Coba kita lihat bagaimana Rosulullah ketika ada sesorang yang sedang bicara dengannya, maka dengan penuh khusuk beliau hadapkan badan, telinga, dan matanya untuk memperhatikan lawan bicaranya, dan tidak pernah beliau memotong pembicaraan orang tersebut, sampai ia benar-benara telah selesai dari pembicaraannya. Hal ini betapa beliau mengajarkan kepada kita untuk selalu menghargai orang lain, dan inilah caranya agar kita dapat memiliki kepribadian yang menyenangkan sehingga orang lain merasa nyaman berada di sisi kita.<br /> <br />4. Tidak membuang muka kepada orang yang suka maksiat<br />Dalam lingkungan kita terkadang ada orang yang dianggap sampah masyarakat. Kegemarannya adalah mencari keonaran dan membuat kerusuhan dalam masyarakat. Banyak orang yang dalam menghadapi orang semcam ini, malah mengucilkannya. Sampai-sampai ada kesepakatan untuk tidak melakukan hubungan dengan orang tersebut. Sebagai seorang muslim yang kuat, yang tentunya memiliki keyakinan akan adanya kebaikan dalam diri orang tersebut, kita tidak boleh lekas-lekas memutuskan hubungan dengannya. Akan tetapi kita berusaha untuk selalu mencari celah mengajaknya kembali kepada jalan yang benar. Bahkan harus kita ciptakan strategi yang membuatnya dapat luluh untuk menjauhi perbuatan-perbuatan yang tercela itu. Terkadang untuk mewujudkan hasil ini, perlu sesekali kita mengikuti dunia hitam yang orang itu geluti seperti dunia malam, hiburan, perjudian, dll…namun ada satu misi yang kita tuju, yaitu kita akan merubah jalan hidup orang tersebut sekiranya kita telah berhasil meraih hati orang tersebut. <br /> <br />Ada satu contoh yang menarik dari cara dakwah seorang wali songo yang ikut menggunakan wasilah musik dan kesenian daerah untuk dijadikan sarana dakwah, ia gunakan wasilah yang sama namun isi dari pertunjukan itu ia rubah menjadi nada-nada dakwah kepada jalan Allah. Berapa banyak orang yang awalnya tidak tau agama lalu menjadi tertarik dengan ajaran agama dengan cara seperti itu. Kuncinya adalah, agar kita tidak lekas memandang sebelah mata terhadap orang-orang yang kadung dianggap sebagai sampah masyarakat. <br /> <br />5. Tidak bersikap angkuh<br />Banyak orang mengira bahwa dengan bersikap angkuh akan menjadikan diri kita disegani oleh orang lain, yang betul justru sebaliknya orang akan enggan bergaul dengan kita. Dalam realitas hidup bisa jadi ada orang yang merasa minder melihat kesuksesan hidup yang diraih oleh kita misalnya, rasa minder ini lalu akan melahirkan rasa rendah diri dan kurang bersahabat dengan kita. Pada saat inilah kita perlu menunjukkan sikap rendah hati kita untuk memulai mencairkan kondisi dengan bersikap ramah dan tawadu kepada mereka. Hal ini pula yang pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw, ketika ada seseorang yang hendak menghadap kepada beliau untuk suatu keperluan, namun karena besarnya wibawa rasulullah maka orang tersebut menjadi gugup dan tidak percaya diri, dengan santun kanjeng Nabi berkata, "santai saja, Aku bukanlah Malaikat, aku hanyalah seorang anak ibu dari suku Quraisy yang juga sama-sama makan bubur nasi". Sikap tawadu inilah yang membuat suasana menjadi cair dan berjalan normal, sehingga orang lain merasa senang berada disisi kita. Lalu coba kita bedakan dengan sikap syetan yang berkata, "sesungguhnya Aku lebih mulia dari Adam, karena aku diciptakan dari api, sedang Adam dari tanah," (Q.S. Shad:76).<br /> <br />Demikianlah di antara cara bagaimana memiliki kepribadian yang menyenangkan, semoga dengan bekal cara ini kita dapat memperoleh target dari sebuah pergaulan hidup yaitu menyebarkan keindahan-keindahan ajaran Allah Swt, baik dengan cara lisan maupun dengan amal perbuatan. Siapa tau, banyak orang yang tertarik kepada Islam bukan hanya disebabkan keindahan ajarannya saja, namun karena ketertarikan mereka kepada perangai yang menyenangkan dari yang kita miliki itu. Amin ya Rabbal ‘Alamin. <br /><br />Sumber: http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/hikmah/1211-cara-islami-berkepribadian-menyenangkan 26 Maret 2010Hadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8442790378553580.post-10824322869978864012010-07-14T13:16:00.000-07:002010-07-14T13:17:50.054-07:00MUHASABAH DIRI MENGGAPAI MASA DEPANMUHASABAH DIRI MENGGAPAI MASA DEPAN<br /><br />Di akhir tahun 2008 Masehi dan tahun 1429 Hijriyah, ada baiknya kita mengevaluasi apa yang telah kita lakukan dan persiapan untuk menggapai masa depan yang lebih baik, hal tersebut diisyaratkan oleh Allah Swt. <br /><br />Dalam firmannya surat al-Hasyr : (59 : 18)<br />يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ<br />“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri, mengevaluasi kembali apa yang telah dilakukan untuk menata hari esok. Dan bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan”.<br /><br />Menurut tafsir Syekh Syihabuddin Mahmud bin Abdullah al-Husaini al-Alusi dalam kitabnya Ruhul Ma'ani : " setiap perbuatan manusia yang telah dilakukan pada masa lalu, mencerminkan perbuatan dia untuk persiapan diakhirat kelak. Karena hidup didunia bagaikan satu hari dan keesokan harinya merupakan hari akherat, merugilah manusia yang tidak mengetahui tujuan utamanya".<br /><br />Jika kita berfikir tujuan utama manusia hidup di dunia ialah mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang kekal yaitu akherat, lalu sudahkah perbuatan yang telah dilakukan kita merupakan manifestasi kecintaan kita kepada Allah Swt?.<br /><br />Cermin yang paling baik adalah masa lalu, setiap individu memiliki masa lalu yang baik ataupun buruk, dan sebaik-baik manusia adalah selalu mengevaluasi dengan bermuhasabah diri dalam setiap perbuatan yang telah ia lakukan. <br /><br />Sebagaimana pesan Sahabat Nabi Amirul Mukminin Umar bin Khottob : <br />" حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا " <br />" Evaluasilah (Hisablah) dirimu sebelum kalian dihisab dihadapan Allah kelak"<br /><br />Pentingnya setiap individu menghisab dirinya sendiri untuk selalu mengintrospeksi tingkat nilai kemanfaatan dia sebagai seorang hamba Allah Swt. yang segala sesuatunya akan dimintai pertanggungjawabannya diakherat kelak. Dan sebaik-baik manusia adalah yang dapat mengambil hikmah dari apa yang telah ia lakukan, lalu menatap hari esok yang lebih baik. Sebagaimana Dalam sebuah ungkapan yang sangat terkenal Rasulullah Saw bersabda, yang artinya : “Barang siapa yang hari ini, tahun ini lebih baik dari hari dan tahun yang lalu, dialah orang yang sukses, tapi siapa yang hari dan tahun ini sama hari dan tahun kemarin maka dia orang yang tertipu, dan siapa yang hari dan tahun ini lebih buruk dairpada hari dan tahun kemarin maka dialah orang yang terlaknat”<br />Untuk itu, takwa harus senantiasa menjadi bekal dan perhiasan kita setiap tahun, ada baiknya kita melihat kembali jalan untuk menuju takwa. <br /><br />Para ulama menyatakan setidaknya ada lima jalan yang patut kita renungkan mengawali tahun ini dalam menggapai ketakwaan. Jalan-jalan itu adalah:<br /><br />1. Muhasabah<br /><br />Yaitu evaluasi diri dan meningkatkan kualitas diri dengan selalu mengambil hikmah dari setiap sesuatu yang terjadi dalam diri kita.<br /><br />2. Mu’ahadah<br /><br />Yaitu mengingat-ingat kembali janji yang pernah kita katakan. Setiap saat, setiap shalat kita seringkali bersumpah kepada Allah : إيّاك نعبد و إيّاك نستعين <br />Hanya kepada-Mu-lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolong. <br /><br />Kemudian kita berjanji ; ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين إن صلاتي “Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidup dan matiku semata-mata karena Allah Rabb semesta alam”. Dengan demikian, ada baiknya kita kembali mengingat-ingat janji dan sumpah kita. Semakin sering kita mengingat janji, insya Allah kita akan senantiasa menapaki kehidupan ini dengan nilai-nilai ketakwaan. Inilah yang disebut dengan mua’ahadah.<br /><br />3. Mujahadah<br />Adalah bersungguh-sungguh kepada Allah Swt. Allah menegaskan dalam firmannya : والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا<br />Orang-orang yang sungguh (mujahadah) dijalan Kami, Kami akan berikan hidayah ke jalan kami.<br /><br />Terkadang kita ibadah tidak dibarengi dengan kesungguhan, hanya menggugurkan kewajiban saja, takut jatuh kedalam dosa dan menapaki kehidupan beragama asal-asalan. Padahal bagi seorang muslim yang ingin menjadi orang-orang yang bertakwa, maka mujahadah atau penuh kesungguhan adalah bagian tak terpisahkan dalam menggapai ketakwaan disamping muhasabah dan mu’ahadah.<br /><br />4. Muraqabah<br /><br />Adalah senantiasa merasa diawasi oleh Allah Swt. Inilah diantara pilar ketakwaan yang harus dimiliki setiap kali kita mengawali awal tahun dan menutup tahun yang lalu. Perasaan selalu merasa diawasi oleh Allah dalam bahasa hadisnya adalah Ihsan. <br />”الإحسان هو أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك" <br />artinya :“Ihsan adalah engkau senantiasa beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, kalau pun engkau belum bisa melihat-Nya, ketahuilah sesungguhnya Allah melihat kepadamu”.<br /><br />Muraqabah atau ihsan adalah diantara jalan ketakwaan yang harus kita persiapkan dalam menyongsong dan mengisi lembaran tahun baru.<br /><br />Dulu dimasa sahabat, sikap muraqabah tertanam dengan baik dihati setiap kaum muslimin. Kita bisa ambil sebuah contoh kisah. Suatu ketika Amirul Mukminin Umar bin Khattab bertemu dengan seorang anak gembala yang sedang menggembalakan kambing-kambingnya. Umar berkata kepada anak tersebut: Wahai anak gembala, juallah kepada saya seekor kambingmu! Si anak gembala menjawab : Kambing-kambing ini ada pemliknya, saya hanya sekedar menggembalakannya saja. Umar lalu berkata : Sudahlah, katakan saja kepada tuanmu, mati dimakan serigala kalau hilang satu tidak akan ketahuan. Dengan tegas si anak itu menjawab : Jika demikian, dimanakah Allah itu? Umar demi mendengar jawaban si anak gembala ia pun menangis dan kemudian memerdekakannya. <br /><br />Lihatlah, seorang anak gembala yang tidak berpendidikan dan hidup di dalam kelas sosial yang rendah tetapi memiliki sifat yang sangat mulia yaitu sifat merasa selalu diawasi oleh Allah dalam segala hal. Itulah yang disebut dengan muraqabah. Muraqabah adalah hal yang sangat penting ketika kita ingin menjadikan takwa sebagai bekal hidup kita ditahun ini dan tahun yang akan datang. Jika sikap ini dimiliki oleh setiap muslim, insya Allah kita tidak akan terjerumus pada perbuatan maksiat. <br /><br />Imam Ghazali mengatakan : ‘Aku yakin dan percaya bahwa Allah selalu melihatku maka aku malu berbuat maksiat kepada-Nya”.<br /><br />5. Mu’aqobah<br /><br />Artinya, mencoba memberi sanksi kepada diri manakala diri melakukan sebuah kekhilafan, memberikan teguran dan sanksi kepada diri kalau diri melakukan kesalahan. Ini penting dilakukan agar kita senantiasa meningkatkan amal ibadah kita. Manakala kita terlewat shalat subuh berjamaah maka hukumlah diri dengan infak di siang hari, misalnya. Manakala diri terlewat membaca al-Qur’an ‘iqoblah diri dengan memberi bantuan kepada si miskin. Kalau diri melewatkan sebuah amal shaleh maka hukumlah diri kita sendiri dengan melakukan amal shaleh yang lain. Inilah yang disebut mu’aqabah. Jika sikap ini selalu kita budayakan, insya Allah kita akan selalu mampu meningkatkan kualitas ibadah dan diri kita.<br /> <br /> Mengawali tahun 2009 Masehi dan tahun 1429 Hijriyah ini, mari takwa harus kita jadikan hiasan diri, bekal diri, dengan menempuh lima cara tadi. Yaitu muhasabah, muahadah, mujahadah, muraqabah dan mu’aqabah. Evaluasi diri, mengingat-ingat janji diri, punya kesungguhan diri, selalu merasa diawasi Allah dan memberikan hukuman terhadap diri kita sendiri. Jika lima hal ini kita jadikan bekal Insya Allah menapaki hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun kita akan selalu menapakinya dengan indah dan selalu meningkat kualitas diri kita, insya Allah.<br /><br /><br />Sumber: http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/hikmah/1211-cara-islami-berkepribadian-menyenangkan diakses 26 Maret 2010Hadi Prayitnohttp://www.blogger.com/profile/01456027504089219266noreply@blogger.com0