HIKMAH IBADAH QURBAN
oleh Hadi Prayitno

Pengertian

Kata qurban berasal dari qaruba yaqrubu qurban wa qurbanan yang berarti mendekat atau pendekatan. Menurut istilah qurban berarti melakukan ibadah penyembelihan binatang dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah Qurban telah dituntunkan sejak nabi Adam as [QS Al Maidah 5: 27]. Sedang Ibadah Qurban yang dilakukan umat Islam saat ini itba’ kepada sunnah nabi Ibrahim as. Dalam QS Al Kautsar 108: 2 Allah swt berfirman: ”Fashalli lirabbika wanhar” (Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu dan berqurbanlah). Sedang Rasulullah saw melarang orang yang mampu berqurban tetapi tidak berkorban untuk mendekati mushallanya.” [HR Ahmad] Namun demikian Allah mengingatkan bahwa darah dan daging qurban tidak akan sampai kepada-Nya, yang sampai adalah ketakwaan [QS Al Haj 22: 37].

Sejarah Qurban

Al-Qur'an menegaskan hakikat Qurban, melalui kisah Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Isma'il tercinta dalam surat Al-Shafat, ayat : 102-109. Kisahnya begini; Nabi Ibrahim berkata kapada Nabi Ismail : "Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu?" Nabi Ismail menjawab seketika dengan tenang dan penuh keyakinan : "Wahai ayahku, laksanakanlah apa yang diperintahkan (oleh Allah) kepadamu, kau akan mendapatkanku - insya Allah - termasuk orang-orang yang sabar". Allah kemudian bercerita : "Tatkala keduanya telah berserah diri (tunduk pada perintah Allah) dan Ibrahim membaringkan anaknya (pelipsnya menimpel di atas tempat penyembelihan), Kami segera memanggil (dari arah gunung) : wahai Ibrahim, Sudah kau benarkan (dan kau laksanakan) apa yang kau lihat dalam mimpimu itu, sesungguhnya demikinlah Kami memeberi balasan (kepadamu) dan juga kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh (perintah penyembelihan ini) adalah benar-benar ujian (bagi Ibrahim, di mana dengannya terlihat dengan jelas siapa yang ikhlash dan siapa yang tidak). Dan kami segera menebus anak (yang akan disembelih itu) dengan seekor sembelihan yang besar. Pun Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. Salam sejahtera (dari Kami) buat Ibrahim, dan sebutan yang baik baginya (dari setiap manusia)".

Apa yang biasa kita buktikan melalui kisah di atas bahwa berqurban merupakan salah satu proses pendekatan kepada Allah SWT?
Jawabannya :
a. Kepribadian Nabi Ibrahim, yang demikian total menunjukkan ketaatannya kepada Allah. Tidak terlihat dalam sikapanya sebuah keraguan, atau keberatan. Begitu menerima perintah dari Allah untuk menyembelih anak kesayangannya, Ismail, - anak yang ditunggu-tunggu kelahirannya sekian lama sampai ia mencapai usia tua - Nabi Ibrahim langsung mendatangi Ismail dan menympaikan perintah tersebut. Padahal secara psikologis Nabi Ibrahim sungguh sangat membutuhkan seorang keuturunan. Bayangkan, di tengah pengembaraan yang jauh, di sebuah lembah padang sahara yang kering, tanpa pohonan dan tanaman, Nabi Ibrahim hidup. Ditambah lagi usianya yang memang sudah sangat mebutuhkan seorang anak muda untuk menopang ketidakmampuannya. Tapi lihatlah, totalitas penyerahan diri Nabi Ibrahim kepada Sang Pemilik Bumi dan langit.
b. Kepribadian Nabi Ismail, yang benar-benar memhami keaguangan perintah Allah. Artinya bahwa perintah itu harus segera dilaksanakan. Tidak usah ditawar-tawar dan ditunda-tunda lagi. Seketika ia berserah diri dengan penuh kesabaran. Sungguh ungkapan Nabi Ismail dengan panggilan "yaa abati" mengekspresikan kecintaan nabi Ismail dan kedekatannya kepada sang ayah, pun juga kepasrahan totalnya terhadap perintah Allah, dimana dengan ungkapan itu tergambar dengan jelas bahwa ia tidak merasa kaget sama sekali. Melainkan langsung menerimanya dengan lapang dada dan penuh kepasrahan.
c. Sikap Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, yang tanpa banyak bicara dan diskusi dalam menerima "isyarat" yang terlihat dalam mimpinya "ru'ya", di mana kaduanya langsung bergerak menuju tempat penyembelihan. Nabi Ismail langsung berbaring, meletakkan pelipisnya ke bumi. Nabi Ibrahim langsung bergerak untuk menyembelihnya. Sungguh sebuah pemandangan yang sangat mengharukan. Dan dari peristiwa itu terlihat dengan jelas hakikat kepasrahan dan ketaatan yang hakiki dari kedua hamba tersebut, kepada Allah, Tuhannya. Allah seketika menyaksikan kesungguhan kedua hamba itu dalam mentaati perintah-Nya. Allah berfirman "qad saddaqta ru'ya", kau telah membenarkan "ru'ya" itu (wahai Ibrahim), dan kau telah melaksanakannya. Allah seketika pula menggantikan Nabi Ismail dengan seekor sembelihan yang besar. Sebab yang paling utama dari hakikat qurban ini, adalah sejauh mana tingkat kepasrahan sang hamba kepada Allah SWT, dan sejauh mana tingkat ketaatannya kepada-Nya, sejauh mana tingkat ketabahannya dalam menjalani ajaran yang telah Allah tetapkan.
Ketiga, bahwa hakikat "qurban" merupakan salah satu ujian dari Allah, yang dengannya setiap mu'min bisa mengukur hakikat keimanannya, hakikat ketaatannya kepada perintah Allah, hakikat kedekatannya kepada Allah. Sungguh Allah tidak menghendaki dari apa yang terjadi pada Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, agar kita menyakiti diri kita dan melukai tubuh kita, sebagai simbol pendakian rohani kepada Allah. Tidak, sekali-kali tidak. Melainkan yang Allah kehendaki adalah totalitas ketaatan kita kepada-Nya, dengan penuh keikhlasan, ketenangan, kerelaan dan keyakinan. Karenanya Allah segera menggantinya dengan seekor sembelihan.

Keempat, bahwa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismali dengan sikapnya itu, Allah memberi predikat sebagai seoran "muhsin" (seorang yang berbuat baik), dan siapa saja yang mengikuti jejak nabi Ibrahim, dengan menghadiahkan seekor sembelihan qurban, atas dorongan ketaatan kepada Allah SAW, dan keikhlasannya yang paling dalam, ia akan termasuk kaum "muhsinin" itu.

Dasar Hukum
            
1.Sesungguhnya kami Telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
2.Maka Dirikanlah shalat Karena Tuhanmu; dan berkorbanlah[1605].
3.Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus[1606].

Hikmah Qurban

1.Tumbuh berkembangnya ketakwaan dalam diri orang yang berqurban inilah yang menjadi hikmah yang pertama dan yang paling utama dalam ibadah qurban, karena ketakwaan merupakan substansi pendekatan diri kepada Allah.
2.Tumbuhnya kepedulian sosial. Kepada kerabat, teman, sahabat, tetangga yang jauh dan yang dekat Islam menuntunkan untuk saling memberi hadiah. Sebagian daging korban diasisihkan sebagai hadiah, untuk mereka yang meminta dan yang tidak meminta. Kepedulian sosial ini pulalah yang akan menumbuhkan solidaritas sosial, yang digambarkan dalam sebuah hadist seperti satu bangunan bahkan dalam hadist lain seperti satu tubuh.
3.Tumbuhnya jiwa kedermawanan di dalam diri orang yang berkorban. Betapa tidak, 2/3 dari daging qurban dituntunkan untuk disedekahkan kepada fakir miskin dan diberikan kepada orang yang meminta. Hanya 1/3 yang boleh dimiliki oleh shahibul-qurban. Orang yang dermawan itu dekat kepada Allah, kepada manusia, kepada sorga, dan jauh dari neraka [HR Tirmidzi]. Betapa indahnya kehidupan masyarakat yang dihiasi oleh kedermawanan. Satu akan berusaha memberikan keuntungan kepada yang lain. Bersama dengan tumbuhnya jiwa kedermawanan ini, maka penyakit kikir akan terkikis habis.
4.Memperkokoh ukhuwah Islamiyah. Kedermawanan yang tumbuh subur dalam diri setiap insan muslim akan menjadi lem perekat hubungan persahabatan dan memperkuat ikatan persaudaraan sesama orang Islam. Masing-masing individu akan merasa aman dan nyaman hidup di tengah masyarakat yang diwarnai kedermawanan. Mereka merasa aman harta mereka dari tindak pencurian, karena berada di tengah-tengah masyarakat yang bertakwa, yang takut melanggar larangan Allah termasuk mencuri. Mereka merasa nyaman karena tidak terganggu oleh orang yang suka meminta-minta. Mereka lebih suka memberi daripada meminta.
5.Terbangunnya kekuatan umat. Ukhuwah Islamiyah yang terarah kepada kehidupan berjama’ah akan mendatangkan kekuatan. Al jama’atu rahmah wal-firqatu adzab. Kehidupan berjama’ah akan mengundang rahmat Allah dan kehidupan yang tercabik oleh firqah akan mendatangkan adzab. Dengan adanya kekuatan tersebut memungkinkan umat Islam untuk berkompetisi melawan umat lain dalam kebaikan dan keluar sebagai pemenang.

Category:

0 komentar: